was successfully added to your cart.

BUBUHKAN NILAI TAMBAH

BUBUHKAN NILAI TAMBAH

Awal tahun sering kali menjadi alasan untuk memulai awal yang baru dengan semangat baru. Individu membuat resolusi-resolusi baru, demikian juga organisasi melakukan review terhadap performa kerjanya sepanjang tahun yang lalu dan mencanangkan beragam strategi baru yang kemungkinan juga berdampak pada mengganti, menggeser, ataupun menggunting copot pejabat di perusahaan. 

Calon bisa datang dari dalam, maupun luar organisasi. Bila diambil dari dalam, pengambil keputusan tentunya sudah mengenal manusia dan kinerjanya. Namun, tidak jarang pula terjadi peter principle di mana individu yang sebelumnya dianggap sebagai bintang ternyata menunjukkan performa yang mengecewakan di jabatan baru karena adanya tantangan dan situasi baru yang dihadapi oleh si pejabat yang dipromosi. Bila calon pejabat datang dari luar organisasi, tantangan untuk mempelajari budaya baru, menghadapi tim baru, operasi, dan bisnis lembaga yang baru juga sangat besar. 

Padahal, setiap pemberi kerja ingin agar setiap pejabat baru bisa dengan cepat membuat pembaharuan, memberi arah yang inovatif, bahkan melakukan pembenahan. Seorang eksekutif yang mempunyai reputasi kinerja yang gemilang sebelumnya, tiba tiba diboikot anak buah, bahkan anak buahnya mengancam untuk keluar dari pekerjaan. Setelah ditelusuri, kepribadian si pemimpin baru inilah yang jadi masalah. Ia tidak mempedulikan perasaan anak buahnya dan tidak mempunyai connection perasaan sama sekali dengan timnya. Tampak sepele tetapi berdampak sangat besar. Tambahan lagi tentunya tetap ada pesan: ”don’t rock the boat too hard”, yang kemudian diartikan, berhati-hatilah dengan perasaan anggota timmu. 

Sebenarnya banyak orang percaya adanya gaya kepemimpinan tertentu, yang cocok untuk organisasi tertentu. Contoh yang konkret selalu diambil dari ketentaraan, di mana komando dan gaya otoriter dianggap paling cocok. Namun, bukankah kepribadian komandannya pasti berbeda-beda? Jadi, gaya kepemimpinan yang sama direktifnya pun bisa datang dari pemimpin yang kepribadiannya berbeda. Gaya kepemimpinan yang sekarang populer, seperti transaksional dan partisipatif pun, tidak selalu cocok untuk organisasi tertentu. Jadi, memang ada kapasitas tertentu yang ada di dalam si pemimpin ini, yang kadang terasa misterius dan genius. 

Pemimpin kadang kala masuk dalam keadaan bisnis yang sepi, tidak adanya etika kerja, ketidakjelasan masa depan, keadaan politik, perdagangan dan konflik antar golongan. Posisi ‘di bawah’ ini pasti akan membaik. Ekonomi pasti akan berkembang lagi, ibarat benih yang akan tumbuh. Ada titik-titik terang yang menandai perkembangan ini. Masa depan bisa dibuat lebih cerah. 

Pertanyaannya, apakah para calon pejabat ini sanggup menyambut dan menciptakan cuaca baru ini? Apakah pemimpin bisa membawa timnya bergegas untuk menyambut dan melakukan perubahan? Apakah pemimpin bisa melihat kesempatan yang belum dilihat orang lain? “ The responsibility of leadership is to get the best results for the business. This requires the best performance from both the people and the processes that are the organization.” Jelas, excellence saja tidak cukup untuk membawa tim ke posisi yang jauh lebih maju dari yang sekarang. 

Beyond excellence

Dalam kondisi antikemapanan ini, kita membutuhkan pemimpin dengan kualitas super, yang terkadang tidak bisa digambarkan dengan daftar kompetensi semata. Kejeniusan bisa datang dari orang yang ber-IQ biasa. Demikian pula kejelian melihat peluang perlu terbuktikan pada saat pemimpin sudah dalam posisi mengambil risiko di mana berfikir strategisnya tidak bisa metematis lagi dengan kompleksitas data dan fakta serta kecepatan perubahan yang terjadi.

Pemimpin perlu menajamkan observasi, analisis, dan kemampuan mendengar dari segala penjuru sambil menggali pemikiran anggota timnya. Selain menjadi duta tim, ia harus hapal mati apa yang sedang ditekuni oleh timnya. Di sinilah komitmennya teruji. Delegasi tidak bisa delegasi mentah saja tanpa monitoring tingkat tinggi. Bahkan, monitoring ini perlu dilakukan terhadap komitmen anak buah. Di sini kita melihat bahwa individu tidak bisa cepat puas dengan kinerja yang lalu karena harus multitasking dengan tim baru, keadaan baru, dan perubahan baru sambil menemukan peluang baru. Satu-satunya sumber kekuatannya adalah passion si pemimpin terhadap apa yang dikerjakannya yang membuatnya tidak pernah lepas dari concern pekerjaannya. 

Bukan sekedar membangun, tetapi membangun kembali benda bergerak 

Kesulitan pemimpin antara lain karena mereka selalu mendapatkan organisasi yang sudah berjalan dengan tanggung jawab, kebiasaan, peraturan dan bisnisnya. Inilah sulitnya kalau kita bukan membangun organisasi dari awal. Pemimpin kemudian diharapkan untuk membuat evolusi: better, smarter dan faster. Transisi harus dilakukan demi masa depan yang terus berubah. Kita harus melawan keraguan anak buah dan menjawab ketidakjelasan masa depan sekaligus. Hanya orang dengan tanggung jawab ganda, kejelian super dalam melihat peluang, dan tidak ada matinyalah yang kuat menjadi pemimpin masa kini. Inilah yang sedang kita cari. 

Dimuat dalam KOMPAS, 6 Februari 2016

 

For further information, please contact marketing@experd.com