was successfully added to your cart.

GEN Y

Isu mengenai generasi Y (gen Y) masih saja hangat dibahas. Dalam berbagai pertemuan maupun sesi-sesi seminar, banyak kaum senior yang mengeluhkan etos kerja gen Y ini dibandingkan mereka. Banyak keluhan bahwa mereka lebih pemalas, tetap banyak menuntut, dan mempertanyakan hal hal yang tadinya sudah otomatis dipatuhi oleh generasi sebelumnya. 

Kita bisa saja geleng-geleng kepala dan mengeluh tentang generasi ini, sementara kenyataannya mereka sekarang sudah berada dalam hitungan 30 persen dari tenaga kerja yang ada, dan tahun 2020 nanti  akan mencapai 50 persen, segera menjadi 70 persen. Jadi sekarang, apakah kita punya pilihan untuk tidak mempelajari dan belajar dari yang muda? Apakah kita tetap bersikeras agar mereka yang menyesuaikan dengan aturan-aturan kita?

Para milenial mungkin juga sudah lelah menghadapi penerimaan setengah hati dari para atasannya, gen X maupun baby boomers yang sudah berusia di atas 35 tahun ini. Bagi mereka, komitmen bukanlah bekerja dalam waktu panjang dan berada di tempat yang sama tanpa perubahan. Komitmen adalah bagaimana memberikan hasil yang nyata dari pekerjaan mereka, terlepas dari berapa lama mereka harus mengerjakannya. Mereka bisa saja bekerja all out, high profile, inovatif, bahkan tidak peduli bayaran. Mereka pun bukan manusia langka yang tidak bisa bersilaturahim. Walaupun serba instan, mereka sangat berkomitmen kepada teman, keluarga dan hobinya, demikian pula pada pekerjaannya.

Pandangan Gen Y

Bila kita sesekali mendekati generasi raksasa ini dan mendengar pandangannya, kita bisa melihat bahwa kesenjangan ini memang ada. Warga digital ini sudah lebih pandai beradaptasi, sangat menguasai teknologi, pandai berinteraksi dan mempunyai mindset inovasi seperti layaknya para start-ups lain. Satu-satunya jalan, untuk bisa berjalan selaras dengan mereka, kita perlu aktif memberi lingkungan yang tepat serta dukungan dan otonomi yang cukup bagi mereka untuk berkreasi. 

Kita perlu menghilangkan stereotipe bahwa mereka tidak setia dan narsis, banyak mendengarkan mereka, berusaha mengerti, bahkan membuat beberapa penelitian, tentang  tindakan yang tepat untuk mereka bisa berproduksi secara signifikan. Banyak perusahaan yang sudah sukses membangun harmonisasi di antara generasi-generasi yang berbeda ini dengan memperhatikan hubungan atasan bawahan, membangun komunikasi yang  bersifat coach-coachee, serta apresiasi dan perlakuan yang lebih fair dalam remunerasi. 

Ada perusahaan yang melibatkan karyawan karyawan termuda ini untuk ikut memikirkan strategi organisasi sehingga anak-anak muda yang gemar game ini, bisa terlibat secara emosi dalam menangkap “permainan bisnis” perusahaan. Mau tidak mau, gen Y ini lebih berjiwa entrepreneur daripada karyawan lama. Kita perlu mengingat hasil penelitian beberapa waktu lalu yang mengatakan bahwa banyak individu yang mengundurkan diri karena sikap atasannya. Melihat keekstreman pandangan para milenial ini, kita betul-betul perlu memperlakukan mereka dengan baik, sesuai gaya mereka. Sudah tidak jamannya lagi, kita masih mau bersikap bossy, dan tidak seperti coach mereka. Mereka perlu mendapatkan perangsangan intelektual agar mereka kembali dengan segudang pengetahuan yang jauh lebih mutakhir dan tetap menikmati pembicaraan dalam organisasi.

Merangkul generasi penerus

Tenaga kerja baru yang memasuki dunia kerja di masa depan ini memang membawa persepsi baru tentang kehidupan bekerja. Mereka yang seolah santai, bekerja dengan laptopnya dari kafe ke kafe, melakukan presentasi di restoran, tetapi bisa memberikan hasil kerja nyata dan bagus. Mereka mempunyai bayangan mengenai bentuk dunia kerja yang berbeda. Demikian pula hubungan antara atasan-bawahan dan pemberi kerja dan karyawan. Para milenial ini tidak takut terhadap penilaian dan lebih mau cepat berkembang daripada sekedar dijaga perasaannya dan tidak mendapat masukan. 

Tentunya, karena kekritisannya, pengarahan untuk para milenial ini pun perlu ditata secara lebih obyektif dan jelas. Kalau rentang waktu berkarir di satu perusahaan minimal 5-7 tahun, bagi mereka 2 tahun di posisi yang sama tanpa perkembangan sudah cukup membosankan. Kita memang mesti mengakui bahwa irama kerja mereka jauh lebih cepat. Tidak mungkin pula kita memberi mereka aturan untuk mengikuti kurikulum pengembangan yang bertele-tele. Keterampilan apapun yang bisa dipelajari dari internet, bisa mereka kuasai dengan cepat. 

Selain itu, kita perlu menggeser persepsi kita mengenai pelanggan. Karena selain generasi ini menjadi karyawan kita, mereka adalah pelanggan kita. Otomatis pelanggan kitapun pastinya lebih muda, ceria, dan pemilih. Tengok, betapa muda dan praktisnya pelanggan Gojek, Uber, Go Pro, dan Air BnB. Segmentasi pelanggan mereka bahkan mungkin melewati batas-batas yang pernah dibentuk. Kepraktisan dan kemudahan, seperti halnya applikasi-aplikasi baru ini juga perlu diterapkan di perusahaan, lembaga pemerintahan, dan di pemerintahan pusat. Kuncinya adalah, database yang kuat, penyebaran informasi yang seimbang, dan komunikasi serta pengembangan karyawan yang praktis dan kalau bisa secepat kilat. 

Dimuat dalam KOMPAS, 23 April 2016

For further information, please contact marketing@experd.com