was successfully added to your cart.

INOVASI ATAU MATI

INOVASI ATAU MATI

KELANCARAN arus informasi membuat kita juga menjadi melek dengan beragam penemuan baru yang terjadi di seluruh belahan dunia. Mulai dari mulai dipasarkannya mobil-mobil listrik  sampai pada janji Elon Musk akan transportasi kilat yang bisa menghubungkan New York City dengan Shanghai hanya dalam waktu 45 menit.

Beragam hal yang dahulu hanya merupakan imajinasi para pembuat film, sekarang ini bahkan sudah bisa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Penemuan baru terus berjalan dalam hitungan menit. Cerita Dahlan Iskan, mengenai sewa sepeda di China, yang sudah bisa dilakukan dengan hanya sekedar mendekatkan telpon ke sensornya, membuktikan bahwa dalam 6 bulan pun perubahan kongkrit bisa terjadi. Kartu kredit yang dahulu rasanya seperti alat pembayaran yang sangat modern, sekarang juga harus bersaing dengan alat-alat pembayaran lainnya. Bank bukan lagi satu-satunya institusi yang bisa bermain dalam bisnis keuangan.

CEO Amazon Jeff Bezos yang berusia 53 tahun ini tentunya bukan milenial, tetapi kreativitas dan inovasinya terbukti nyata dan tidak kunjung berhenti. Pada tahun 2018, ia berjanji akan membawa turis ke ruang angkasa. Amazon memang bukan yang pertama, tetapi bukan berarti ini tantangan yang mudah. Kita mungkin bertanya-tanya, bagaimana Bezos mengelola timnya untuk tidak berhenti berinovasi padahal jumlah karyawan Amazon sudah lebih dari 4000 orang. Bagaimana ia menjaga kekuatan inovasi di perusahaaanya?

Dalam salah satu wawancara, Bezos mengatakan bahwa inovasi dikembangkan melalui 2 jalur. Pertama adalah jalur massal yang berlaku sehari-hari, di mana setiap karyawan tidak pernah boleh puas dengan prosedur kerja standar yang sudah berlaku sekarang. Mereka harus terus mempertanyakan perbaikan apa yang bisa dilakukan. Ini berlaku untuk semua jajaran dan semua bagian. Jalur yang kedua adalah jalur keahlian. Para ahli yang bekerja di Amazon perlu menggali dan mengembangkan terus keahlian mereka. Untuk menciptakan pembelajaran dua arah dan menghasilkan ide yang segar, para ahli ini diharuskan berpasangan dengan para fresh graduate. Yang muda belajar dari yang berpengalaman tetapi yang sudah ahli mendapatkan prespektif yang segar dan muda dari pasangannya. Hasilnya ternyata luar biasa menurut Bezos

Tampak bahwa Jeff Bezos berhasil membangun budaya inovatif di organisasinya. Bukan sekedar dirinya atau sekelompok orang yang berinovasi, tetapi semua orang memiliki semangat inovasi. 

“Medici Effect”

Keluarga Medici menjadi terkenal ketika mereka mempelopori zaman Renaisance di mana terjadi pergolakan melawan mainstream saat itu. Pada zaman itu, ketika kreativitas macet dengan tidak adanya pembaharuan selama berdekade-dekade, keluarga Medici  percaya bahwa bila para ahli dari beragam latar belakang ilmu dikumpulkan untuk melakukan brainstorming bersama, mereka akan mendapatkan wawasan baru. Perkawinan silang dari aneka ragam prinsip keilmuan ini menghasilkan terobosan-terobosan dalam bidang seni, kedokteran dan sastra. Bahkan karya-karya Leonardo Da Vinci yang terkenal itupun ditelurkan oleh komunitas itu.

Hal yang sama sebenarnya terjadi saat ini, melalui penekanan dari kecepatan berkembangnya teknologi. Kita sudah tidak berada di era industrial yang monoton lagi. Kita berada di era progresif dan era informasi. Walaupun tidak ada garis batas yang jelas antara satu era dengan yang lain, pengetahuan kita sudah beredar di area area abu-abu dan sering sudah berada di luar batas pengetahuan manusia normal. Kita berada di tengah hutan belantara informasi dan pengetahuan di mana berbagai disiplin ilmu seperti sudah melebur. Hal ini tak dapat dibantah ataupun dipersalahkan, karena justru persilangan atau íntersection dari berbagai pengetahuan inilah yang menghasilkan inovasi-inovasi baru. Dari persimpangan ini kita justru perlu memikirkan bagaimana kita melanjutkan pengetahuan gabungan ini untuk menciptakan solusi terhadap kebutuhan kita. Steve Jobs mengatakan, “Creativity is just connecting things.”  Intersection dari berbagai pemikiran ini adalah landasan berfikir baru untuk kemudian memperbaiki cara-cara lama, dan bahkan  menemukan terobosan. Ini adalah cara berfikir baru, yang dibutuhkan untuk hidup dalam dunia informasi yang terlalu dinamis dan berubah-ubah ini.

Mahasiswa profesional

Saat ini, tiba-tiba ada tuntutan untuk berubah sikap, untuk menjadi manusia pembelajar. Apapun posisi kita, kita perlu tetap memelihara rasa ingin tahu setiap saat, berkeinginan untuk mencoba hal-hal baru  dan mempelajari perkembangan kejadian-kejadian di sekitarnya. Dengan mempertahankan sikap ini, kita menjaga agar pikiran kita terbuka terhadap masukan informasi baru, dan pada akhirnya menjadi katalis perubahan dalam era VUCA ini.

Risiko diam di tempat

Setiap orang mempunyai mekanisme menjaga kadar risiko yang mampu kita tanggung. Ada orang yang menjaga kecepatan tertentu di jalan tol, walaupun orang lain berani melaju lebih cepat. Ini memang cara yang paling aman dalam berkendara. Ia tak mau menanggung risiko bila mempercepat jalannya. Tetapi sikap tidak mau mengambil risiko ini tak bisa diterapkan dalam setiap kondisi. Dalam situasi krisis, manakala sumber daya yang ada terbatas, apalagi bila hidup mati menjadi taruhannya, orang juga harus mampu melakukan perhitungan risiko. Mana yang lebih mungkin membawa dia ke dalam jurang bahaya, apakah berjalan dengan kecepatan konstan, atau berusaha menambah kecepatan yang artinya ia juga harus meningkatkan ketrampilan mengemudinya agar bisa menjaga rasio risiko tetap kecil. Orang yang mempunyai standar kecepatan ini bisa berarti juga cenderung bertahan terhadap kemajuan yang terus berputar di sekelilingnya, menggunakan alasan safety pada keengganannya untuk belajar dan berkembang.

Kita harus berani lompat. Kita perlu lari dan menangkap kesempatan yang ada, tanpa harus maju mundur menghitung risiko. Bila ternyata kita salah, kita anggap itu adalah pembelajaran. Masalahnya, tidak ada pendidikan menghitung yang lebih baik daripada belajar dari kesalahan sendiri. The moment you stop trying, you start dying. Kita sendiri tahu, bahwa orang yang berhenti bekerja, berhenti berfikir, segera menjadi layu, bahkan lebih rentan terkena demensia. Dengan belajar mulai menjadi pendobrak, terbuka, dan berkolaborasi, kita bukan akan otomatis kebal krisis, tapi setidaknya kita meningkatkan resistensi terhadap gejala ketinggalan zaman.

Dimuat dalam KOMPAS, 14 Oktober 2017 

For further information, please contact marketing@experd.com