was successfully added to your cart.

LEARNING IN A VUCA ERA

By January 05,2018 Articles
LEARNING IN A VUCA ERA

KEADAAN sekarang ketika situasi diwarnai kompleksitas dan pada akhirnya menuntut tua dan muda untuk belajar dengan cara yang cepat, membuat pimpinan perusahaan, dunia pendidikan cukup pusing. Hal itu karena perbandingan antara waktu pembelajaran dan materi yang harus dipelajari tidak seimbang. Belum lagi, dengan percepatan teknologi ini hal yang baru saja selesai dipelajari bisa bisa sudah mulai using karena sudah tumbuh kebutuhan akan keterampilan yang lebih baru.

Kita harus menggunakan metode pembelajaran yang lain. Bila tidak, maka keterampilan yang ada pada individu selalu “ketinggalan kereta”.  Ambil contoh keterampilan menganalisa data, agar kita dapat berinovasi, Big Data yang dimiliki perusahaan perlu dianalisa oleh seorang yang mempunyai campuran keterampilan matematik, statistik, tingkah laku manusia dan ilmu komputer. Sekarang, di seluruh dunia, ahli data ini sedang sangat dibutuhkan dan pasokan tenaga ahli campuran ini sangat minim. Jadi, keterampilan yang dibutuhkan juga semakin kompleks.

Metode pembelajaran yang konvensional, selalu percaya bahwa kemampuan individu itu harus dilatih secara berurutan. Contohnya, seorang petenis perlu trampil forehand-nya terlebih dahulu, baru beralih ke backhand  kemudian serve. Para ahli pembelajaran menyebut metode ini sebagai metode blocking berpola AAABBBCCC, yaitu mengeblok pembelajaran lain dan fokus pada keterampilan tertentu. Metode ini paling mudah dan simpel dilakukan. Sampai sekarangpun kita masih mengalami sistem pembelajaran seperti ini. Bisa kita bayangkan betapa ketinggalannya kita dalam pesatnya perkembangan teknologi dan media social seperti sekarang ini.

Kita memerlukan cara untuk mempelajari keterampilan yang kompleks. Banyak orang percaya pada “practice makes perfect” dan sudah melakukannya. Namun sekarang, sistem pembelajaran yang diterapkan perlu dibuat dengan cara lebih mengombinasi gaya dan cara cara belajar secara simultan. Bahkan, para ahli sekarang mengatakan bahwa metode campuran ini membuat otak bekerja lebih keras dalam mendapatkan informasi, berfikir lebih strategis dan terlatih membuat solusi yang lebih kontekstual.

Dalam esainya yang berjudul “The Interleaving Effect: Mixing It Up Boosts Learning”, seorang ahli Steven C. Pan lagi lagi menyatakan bahwa pembelajaran fleksibel harus dimulai sejak dini. Itulah sebabnya penggunaan berbagai bahasa dalam pendidikan pun saat sekarang dianjurkan. Jadi metodenya sekarang disebut metoda ABCABCABC. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pembelajaran dengan metode ini menghasilkan diagnosa kedokteran yang lebih akurat, para mahasiswa ilmu hukum bisa menyelesaikan kasus legal yang lebih kompleks dan mahasiswa juga bisa menyelesaikan soal matematika dengan lebih cepat dan baik. Bahkan, hasilnya lebih kuat dan bertahan lebih lama. Mengapa demikian?

Dengan bercampurnya informasi yang harus diolah, otak terlatih untuk membedakan konsep dan berusaha mondar mandir mencari informasi. Dengan metode lama, urat syaraf menjadi kaku dan tidak terbiasa lincah bergerak kesana kemari. Apalagi di masa kreativitas dan inovasi menjadi  tuntutan zaman, otak yang lincah mencari berbagai solusilah  yang berlu dikembangkan.

Melihat “big picture”

Masih ingat permainan monopoli, yang melatih kita melihat posisi kita dan posisi lawan secara jelas? Taktik berwirausahapun terlatih sekaligus. Pengalaman menghadapi unpredictables dimainkan disitu. Karena perkembangan profesi secara mendalam, kita bisa terperangkap dengan berfikir terkotak kotak. Terkadang, tidak sempat melihat keadaan dari kacamata yang lebih jauh. Karyawan yang memahami strategi perusahaan dan mengerti arah perusahaan biasanya lebih tahu dan mendorong untuk mencapai sasarannya. Kita tahu cerita klasik tentang tukang batu, bukan? ‘The first man, I’m laying bricks.’ The second man replied, ‘I’m putting up a wall.’ But the third man said, enthusiastically and with pride, ‘I’m building a cathedral.’

Jelas, pemahaman mengenai big picture lembaga atau perusahaan akan membawa ke kinerja yang lebih baik. Namun terkadang individu dalam organisasi tidak bisa mendapatkan pesan dari manajemen puncaknya atau tidak terlatih melihat visi perusahaan secara menyeluruh. Disinilah ‘gamification’  bisa membantu individu.

“Gamification : the future learning”

Mengacu pada keberadaan permainan monopoli, simulasi pilot dan berbagai praktik pembelajaran yang tidak bersifat ‘paper and pencil’, kita melihat bahwa permainan ini bukan penemuan baru, bahkan sudah digunakan berabad abad. Namun, dengan keadaan yang sulit diterka ini, gamicication tampaknya bisa menjadi solusi pembelajaran.

Sudah sekitar 15 tahun EXPERD menerapkan kegiatan simulasi sebagai bagian utama dari pelatihan dan assessment. Dalam assessment kita mengenal roleplaying yang dibuat semakin kompleks dan riil, sehingga individu yang sedang diteropong kompetensinya terpaksa masuk dalam situasinya, berusaha mendapatkan gambaran keseluruhan, dan mencari solusi dari situasi yang kompleks.

Dalam pelatihan EXPERD sudah hampir tidak lagi menggunakan metode kuliah satu arah. Simulasi yang memudahkan imajinasi, belajar dari kesalahan strategi, mendapat umpan balik dari kerja tim, dari pihak eksternal dan dari teman sendiri serta mendapatkan logika dari jalannya bisnis, penting perencanaan dengan memperhitungkan segala aspeknya. Ini semua bisa dimudahkan bila kita melakukan simulasi yang mengimitasi situasi yang sesungguhnya di dalam bisnis.

Secara manusiawi, kemampuan kita untuk bermain sangat powerful. Games memenuhi kebutuhan manusia untuk merasa sukses, kompeten, mandiri dan belajar dari kesalahannya segera. Games memperkenalkan rasa bebas memilih dan bertanggung jawab atas akibat perbuatan kita. Games adalah alibi interaksi kita. Itulah sebabnya kebanyakan dari kita yang sudah pernah melakukannya, belajar banyak dari pengalaman ini, terutama dalam keterampilan bisnis, seperti business acumen, kewirausahaan, sinergi, berencana beserta eksekusinya.

“Experd Games and simulations can get close to reality, and create engagement and motivation – leading to people being more receptive to learning.”  Demikian komentar salah satu peserta pelatihan EXPERD.

Dimuat dalam harian Kompas, 6 Januari 2018

For further information, please contact marketing@experd.com