was successfully added to your cart.

PENYERTAAN, SUDAHKAH?

PENYERTAAN, SUDAHKAH?

ISU keberagaman terdengar begitu kuat belakangan ini. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Banyak hal yang tadinya sudah sangat sehari-hari dan tak perlu di persoalkan, diangkat kembali seperti pernyataan: “Ayah saya Batak, ibu saya Cina, tetangga saya islam, saya sendiri Kristen. Kami bahagia bersama.”

Mengapa hal ini malah saya rasakan asing? Karena keberbedaan ini sebenarnya sudah kita rasakan dari abad yang lalu. Ada masa-masa chaos, di mana tiba-tiba golongan tertentu, atau anggota partai komunis dikejar-kejar, ditangkap, dibunuh, dan dikucilkan. Namun, ketika masa tersebut berlalu, kita kembali hidup bersama seperti sedia kala. Namun, hal ini bukan berarti bahwa asimilasi sudah tejadi dengan mulus dan diwarnai saling menghargai. Kita yang hidup dalam keberagaman ini rupanya sering membuat kesenjangan jadi lebih besar.  Tanpa sadar kita membuat acara silaturahmi dengan agama tertentu saja. Acara “kita-kita saja” ini yang memang semakin mempererat hubungan satu sama lainnya, tanpa sadar membangun komunitas yang eksklusif.

Di tingkat Negara, kita tahu bahwa sudah menjadi policy negara untuk memelihara keberagaman agama yang ada. Namun, hal ini rupanya masih hanya  sebatas meliburnasionalkan semua hari perayaan keagamaan, tanpa berusaha ikut memaknai apa arti perayaan tersebut bagi pemeluknya. Bahkan, masih didengungkan larangan kelompok tertentu mengucapkan selamat kepada agama lain. Kesemuanya ini memperlihatkan bahwa kita memang sudah menyadari dan menerima adanya perbedaan paham, kepercayaan, dan agama, tetapi belum sampai pada taraf untuk menjalin keberbedaan itu menjadi persatuan yang kita idam-idamkan tadi.

Bagaimana dengan perusahaan? Apakah engagement yang didengung-dengungkan itu sudah membuahkan hasil? Mengapa kelompok kerah biru masih saja terus menuntut peningkatan sementara kelompok pemegang saham sudah keberatan dengan beban upah minimal yang ditetapkan? Apakah sebegitu besar kesenjangan yang ada? Bagaimana bisa mengharapkan lahirnya inovasi-inovasi yang bisa membuat perusahaan berkembang bilamana energi terus terkuras menghadapi rasa tidak puas karena kesenjangan? Apakah tidak ada jalan lain menuju perbaikan? Bagaimana penampilan lembaga atau perusahaan yang susah berhasil menganyam keberagaman?

Karakteristik perusahaan yang inklusif

Para ahli manajemen mengungkapkan, bahwa upaya inclusion harus dilakukan untuk memberdayakan keterbedaan. Institusi yang inklusif adalah lingkungan yang menghargai setiap individu dan kelompok yang berbeda satu sama lain dengan aksi nyata. Keberagaman tidak hanya diakui, tetapi juga dianyam dengan upaya keras dan komitmen dari semua pihak dalam organisasi untuk sampai keberagaman itu dapat membuahkan hasil yang menguntungkan.

Perusahaan yang penuh keberagaman belum tentu inklusif, dan perusahaan yang inklusif belum tentu jadi inklusif karena keberagaman. Keberagaman dan inclusion adalah 2 hal yang berbeda. Lingkungan yang inklusif mempunyai dampak pada setiap individunya. Perasaan dihargai dan diterimanya keberbedaan akan mempengaruhi pengembangan talenta, inovasi, kreativitas, dan meningkatkan kontribusi. Sebagai akibat, lembaga akan memperoleh keuntungan dari individu-individu yang merasakan adanya kesempatan yang sama, dan pada akhirnya bisa berkomunikasi secara lebih terbuka.

It takes EACH of us

Masih ingat betapa CEO Uber sudah merusak reputasi dan suasana perusahaan dengan berkata kasar, diskriminatif terhadap karyawan dan penumpangnya? Di dunia manajemen yang mutakhir, perusahaan-perusahaan muda seperti Pinterest dan Dropbox semakin berhati-hati dalam menangani perbedaan di perusahaannya. Perusahaan-perusahaan yang hidup dari kreativitas yang tumbuh dari keberbedaan pendapat, ide, dan latar belakang individu ini harus bekerja keras agar keberbedaan ini bukan menjadi counterproductive, tetapi justru bermandafaat.

Ada formula menarik yang diungkapkan sebuah perusahaan konsultan, yaitu EACH: Empowerment, Accountability, Courage, Humility yang mengacu pada keanggotaan tim dan akhirnya mampu melahirkan inovasi. Praktik yang terdapat di sebuah perusahaan dalam upaya untuk mengangkat penghargaan kepada perempuan, dimulai dengan dorongan agar wanita stand up, speak up. Selain itu, para pria diharapkan untuk duduk bersama dan berpikir bagaimana tuntutan para perempuan ini dapat diimplemantasikan. Yang terakhir dan tidak kalah pentingnya adalah manajemen, terutama para manajemen puncak, perlu memikirkan cara agar hal ini betul-betul bisa diwujudkan. Jadi, perempuan tidak berjuang sendirian. Keterlibatan lawan jenis dan manajemen puncak sangat penting untuk mengangkat harkat perempuan. Hanya dengan upaya menyeluruh seperti inilah inclusion bisa terjadi.

Dari kita untuk kita

Kesenjangan yang memang terjadi pada tiap kepangkatan, baik dari fasilitas dan maupun penghasilan, sering diperkuat dengan berkelompoknya tim manajemen puncak pada saat makan siang. Ritual keagamaan yang hanya disediakan untuk kelompok-kelompok mayoritas, ataupun rapat yang dihadiri orang yang itu-itu saja. Mana mungkin kita bisa menutup kesenjangan tersebut? Kita bisa mengupayakan kesetaraan pada hal-hal lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan work life balance untuk seluruh karyawan tanpa terkecuali.

Bukankah kita bisa membuat pengenalan lebih dalam terhadap latar belakang budaya yang berbeda-beda dengan cara sederhana. Misalnya, dengan mengucapkan salam dalam berbagai bahasa daerah. Kita juga bisa mengupayakan untuk berbagi, bukan hanya dari yang kurang, tetapi juga dengan memberi kesempatan dan membantu anak-anak, golongan manula, bahkan mereka yang berkebutuhan khusus, baik berupa buku, fasilitas, sampai pada acara bersama yang betul-betul bisa mengangkat harkat tiap kelompok. Dengan upaya inclusion’ yang keras dan serius, kita bisa mendapatkan lebih dari 50 persen energi tersembunyi, yang disebabkan rasa iri, tak nyaman dari karyawan menjadi energi positif yang menghasilkan produktivitas. Ini baru pendekatan yang win-win.

Dimuat dalam KOMPAS, 17 Juni 2017

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com