was successfully added to your cart.

PEMIMPIN, APA MOTIVASIMU?

PEMIMPIN, APA MOTIVASIMU?

PASTI sudah banyak sekali teori kepemimpinan yang Anda baca dan pelajari. Anda mungkin saja sudah menjadi, atau ingin menjadi pemimpin.

Atau, Anda sudah lama menjadi pemimpin, tetapi merasakan kesenjangan motivasi antara bawahan dan diri Anda. Anda merasa bahwa bawahan hanya akan bekerja keras bila di awasi, tanpa kemauan maupun inisiatif diri sendiri. Atau, sesudah dinaikan gaji ia tetap tidak berubah, tidak disiplin. Banyak atasan, yang seolah tidak habis pikir, melihat perilaku bawahannya yang selalu harus dibimbing.

Ternyata, membangkitkan motivasi bawahan bukanlah hal yang sepele, walaupun kelihatannya demikian. Teori tentang motivasi sangatlah banyak, tetapi benarkah kita bisa menerapkannya? Ketika kita berinteraksi dengan bawahan yang motivasinya rendah, kita betul-betul akan merasakan tantangan yang berat untuk menyemangatinya kembali.

Namun, kita tahu bahwa seorang pemimpin harus mengerti bawahan, dan kebutuhannya. Hal ini bisa dilakukan dalam organisasi kecil, yang jumlah karyawannya masih bisa dihitung jari. Namun, bagaimana perusahaan dengan ribuan orang, semisal pabrik? Atau, masyarakat dalam suatu wilayah besar, sebagaimana halnya yang dikelola oleh seorang gubernur atau presiden?

Ada teori kuno carrot and stick, di mana karyawan akan rajin bila diiming-imingi imbalan yang menarik dan akan dipecut bila melakukan kesalahan atau kelambanan. Bisakah hal ini diterapkan pada generasi Youtube dan Instagram ini? Bisakah karyawan dipecut untuk menurut dan bekerja baik-baik, lalu diberi upah pada zaman sekarang? Tengok para milenial yang hanya mau mengerjakan hal-hal yang cool atau great di matanya. Hasilnya? Tidak mengecewakan. Faktanya, hal-hal kreatif tidak dilahirkan di lingkungan yang penuh pengawasan, paksaan, dan upah-upah yang menggiurkan.

Cek motivasi Anda sendiri

Pernahkah Anda bertanya dalam pada diri sendiri, apakah Anda benar-benar bermotivasi, bersemangat, melompat dari tempat tidur di pagi hari untuk bekerja? Apakah Anda sendiri mempunyai minat poistif pada pekerjaan Anda? Bukankah bawahan Anda juga menggunakan naluri untuk merasakan?

Bila Anda sendiri tidak mati-matian, menghayati apa visi misi lembaga, usaha tim atau pekerjaan yang ada, mana mungkin masih ada motivasi yang menular ke bawahan Anda? Pernahkan Anda memperlihatkan bagaimana Anda meng-enjoy pekerjaan? Apa yang membuat Anda bangga? Apakah keberadaan atau ketidakberadaan Anda memberi impact pada suasana kerja? Pernahkah Anda memperbaiki peran Anda agar energi dan antusiasme Anda menguat?

Kita lihat Menteri Susi yang begitu berapi-api menangani cara penangkapan ikan dengan cantrang. Ini adalah contoh pemimpin yang mampu menularkan passion dan motivasinya. Beliau sudah tidak mempersoalkan kepentingan pribadinya, tetapi menumpahkan seluruh upayanya untuk kepentingan Negara. Namun, tidak semua pemimpin, berangkat kerja seperti beliau ini. Ada yang lebih narsistik, ingin namanya menonjol dan lebih terkenal. Ada yang memang dididik untuk mencapai target organisasi dan hanya berfokus pada target kinerja yang sudah di perintahkan. Ada juga pemimpin yang keranjingan power dan ingin menguasai situasi. Pemimpin seperti ini bisa berhasil, tetapi ia lebih mengandalkan gaya one man show.

Relevansi dengan pekerjaan

Dalam dunia kerja, di mana pendidikan tinggi sudah di kecap banyak pekerja, kia tidak bisa lagi memandang pekerja sebagai makhluk yang harus dipecut. Kita sudah berada di dunia informasi yang berbeda. Kemauan pekerja sudah tidak mudah dikendalikan. Bila ia tidak berminat  pada pembicaraan yang sedang berlangsung, dia bisa berkomunikasi dengan orang lain di ponselnya. Tidak gampang mendapatkan hatinya untuk pekerjaan.

Sebagai pemimpin, di samping kita sendiri perlu memperhalus rasa dalam mengatur semangat kerja pribadi, kita juga perlu memperhalus rasa dalam mengatur semangat kerja pribadi, kita juga perlu memikirkan startegi apa yang membuat passion para bawahan relevan dengan pekerjaannya. Masih banyak hasrat yang relevan  dengan pekerjaan yang ada dalam pekerja. Upah tetap penting. Namun, bagaimana kita mempersepsi upah itu bersama dan juga menginterpretasikannya perlu kita bicarakan dengan penuh keseriusan.

Dalam pemecahan masalah pun, sikap kita sebagai pemimpin juga sangat berdampak. Bila kita membimbing teman-teman agar mereka juga mengerti jalan pikiran anggota-anggota lain, persoalan yang dihadapi menjadi menarik dan mudah. Tidak bisa lagi kita mempertontonkan cara kita menganggap remeh masalah, ataupun langsung mengambil keputusan tanpa menunjukan mengapa kita sampai pada keputusan tersebut.

Ada pepatah mengatakan, “Love is deaf. You have to show it”. Demikian pula motivasi kerja. Kita perlu menularkan, menunjukan, dan mengirim energi itu ke bawahan.

“There’s more to life than work”

Bawahan juga menyoroti keadaan fisik, spiritual, dan energi emosi kita. Kita tidak bisa hanya membawa motivasi kerja, tanpa rasa spiritual, emosional, bahkan kekuatan fisik kita. Jadi, memang relevan sekali bila kita, pemimpin, meninjau hal-hal yang ada di diri kita dan membenahinya. Kita pun bisa memberi perhatian lebih banyak ke bawahan sebagai aset dan manusia. Put your people first. No organization is better than the people who run it.

Hal yang juga akan menjadi magnet bagi karyawan adalah bila atasan mereka bertindak dengan integritas kuat. Dalam keadaan sekarang di mana media menjelek-jelekan para pemimpin dan pejabat, seseorang yang kuat integritasnya akan menonjol dan mudah mendapatkan simpati followers-nya. Followers mboten sare.

Dimuat dalam KOMPAS, 8 Juli 2017

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com