was successfully added to your cart.

TRANSFORMASI MANUSIA DI ERA DIGITAL

TRANSFORMASI MANUSIA DI ERA DIGITAL

ARTIFICIAL Intelligence, superkonektivitas, alat-alat digital yang canggih, informasi ‘realtime’, lingkungan  virtual, dan beragam inovasi yang merupakan terobosan teknologi  yang selama ini kita sangka hanya ada dalam film-film science fiction, ternyata sekarang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita. Selamat datang di era digital!

Kita menyaksikan mayoritas perusahaan ritel menunjukkan perubahan. Banting harga, buka tutup toko, bahkan beberapa dari mereka sudah mengecilkan ukuran perusahaan karena ancaman disrupsi ini. Hanya perusahaan yang melihat disrupsi ini sebagai kesempatanlah yang bisa berhasil bertahan.

Pada tahun 1963, Leon C Megginson, pernah menyatakan, “It is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent, but the one most responsive to change”. Saat sekarang, pada abad milenial ini, kapasitas organisasi sebetulnya terletak pada kumpulan dari pemikiran para individu di dalamnya, yang tidak bisa hanya beradaptasi dengan perubahan, tetapi juga harus mendorong perubahan dan bahkan menggalakkan inovasi. Kita tidak boleh hanya puas dengan berada dalam situasi yang relevan, tetapi juga harus selalu siap berubah bahkan bertransformasi, berubah bentuk. 

Transformasi bisnis atau organisasi sebetulnya tidak lain dan tak bukan adalah transformasi manusia-manusia di dalamnya. Jadi, fokus siapakah tugas mentransformasi manusia dalam organisasi, kalau bukan departemen sumber daya manusianya?

Bila kita berbicara mengenai departemen sumberdaya manusia di sebuah organisasi, maka dengan cepat kita akan terbayang pada evaluasi kinerja, struktur organisasi beserta tingkat jabatan, pangkat, job description, dan segala macam tatacara kenaikan pangkat dan remunerasi, yang di desain lebih dari 20 tahun lalu  ketika zaman sangat berbeda dengan keadaan sekarang ini. Namun, saat sekarang baru segelintir perusahaan yang sudah berani meniadakan pengukuran 360 derajat, dan malahan ada lembaga-lembaga pemerintah yang baru saja mulai menjalankan evaluasi kinerja yang lebih transparan.

Sadar tidak sadar, kita masih menggunakan cara lama untuk menangani tenaga kerja yang sudah berada dan terpengaruh era digital ini. Di sinilah sumber permasalahannya, mengapa dalam organisasi kita tidak kunjung menghasilkan pemikiran pemikiran inovatif. Bila manusianya dikelola dan dikembangkan dengan pola pemikiran lama, bagaimana organisasinya mau tampil berpikiran baru? Bagaimana kita menanggapi lingkungan yang sudah demikian berbeda dengan tetap diam dan meneruskan praktik lama? Tetapi, mudahkah untuk keluar dari status quo dan memulai sesuatu yang baru sementara praktik lama?

Tinjau ulang konsep karir

Namun, di sebuah perusahaan kecil, ketika seorang programmer yang lincah dan bersemangat baru bergabung, ia bertanya, bagaimana jenjang karir saya di sini?  Pimpinan menjawab : “ tidak ada jenjang karir di sini, kita semua di sini adalah tim. Bila kamu berprestasi maka kami akan memberimu peran yang lebih besar”. Si programmer kemudian ragu dan kembali ke perusahaan lamanya, yang menawarkannya kenaikan pangkat. Pimpinan perusahaan kecil itupun kecewa karena ia tidak bisa menawarkan karier pada anak muda ini. Namun, apakah sebenarnya karier yang dimaksud oleh kebanyakan anak muda sekarang? Apakah mereka mau berjuang keras, berinovasi demi kenaikkan pangkat dan jabatan? Apakah ini yang diperlukan anak muda sekarang? Karier bisa jadi sudah bukan lagi berbentuk tangga seperti apa yang kita dihayati dulu.

“The why”

Bila perilaku konsumtif saja sekarang terlihat sudah berubah, dari konsumsi pakaian ke travelling, konsep berkarierpun sepertinya sudah tidak lagi seperti 20 tahun yang lalu. Ini sebabnya perputaran tenaga kerja pun, terutama para milenial yang akan mendominasi tenaga kerja pada 2020, sudah pasti telah bergeser. Karier tidak bisa lagi dilihat sebagai suatu proses, the what, the how, atau bahkan when atau where seperti dalam Job description.

Para praktisi SDM pasti sudah merasakan betapa Job Description itu hanya kertas yang tidak bermakna di jaman sekarang. Kita benar benar perlu menanamkan the why dalam organisasi. Mengapa kita harus menciptakan produk baru, mengapa kita harus mengejar waktu, mengapa kita harus mengejar angka penjualan tertentu. The why ini hanya bisa dibudayakan bila semua orang ikut berpikir.

Karier sekarang akan dianggap asyik bila setiap orang bisa berpikir bersama. Kebersamaan atau engagement bisa terjadi dalam penyatuan pendapat dan tantangan. Praktisi SDM perlu mengajak para karyawan untuk berfikir tentang dirinya, apa kekuatannya, apa yang bisa mereka kontribusikan, apa yang ingin mereka ciptakan sebagai karyanya. Inilah bentuk job description yang baru, berbobot nilai-nilai yang kita anut bersama, legacy yang bisa ditinggalkan individu, yang sejalan dengan kesesuaian minat individu dan pekerjaannya.

Dalam transformasi SDM ini, dialog “why” inilah yang perlu dibudayakan dalam setiap kegiatan, misalnya dalam rapat, briefing, dan obrolan kerja sehari hari. Tugas SDM adalah meniadakan prosedur karier yang usang, dan menggantikannya dengan pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru. Lebih dari 60 persen dari 500 perusahaan top dalam daftar Fortune sudah tidak eksis lagi. Ini bukti bahwa trasnformasi tidak bisa ditunda-tunda lagi.

Transformasi budaya

Diakui atau tidak, disrupsi yang terjadi saat sekarang, yang sering dianggap sebagai disrupsi teknologi sebenarnya lebih tepat bisa dipandang sebagai transformasi budaya. Bila organisasi tidak cepat cepat mengubah arah perusahaan untuk berfokus pada customer experience, memahami dan mendalami pelanggan dengan perubahan kebutuhan dan minatnya, menggalakkan kolaborasi berfikir seluruh karyawan, dan memperlakukan setiap karyawan sebagai duta kognitif yang utuh, kita memang bisa ketinggalan kereta.

Saatnya sekarang para praktisi SDM menggalakkan dan menjalankan pelatihan analisis mendalam, dan berfokus pada content dan informasi bisnis.

Dimuat dalam harian Kompas, 20 Januari 2018

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com