was successfully added to your cart.

BREAKTHROUGH after BREAKING DOWN

BREAKTHROUGH after BREAKING DOWN

KEJADIAN-kejadian minggu terakhir di negara kita ini terasa sangat memberatkan. Meskipun bisa jadi sebagian besar dari kita tidak mengenal dekat keluarga korban penyanderaan ataupun pengeboman, tetapi hal ini tidak mengurangi rasa trenyuh di hati kita. Badan terasa lemas, bisa jadi karena dilatarbelakangi oleh rasa cemas, karena musuh yang tidak kelihatan dan tidak bisa dikontrol, baik oleh kita maupun pihak berwenang.

Di lingkungan bisnis, perputaran uang pun melemah. Masyarakat berusaha menghindari tempat-tempat keramaian seperti pusat perbelanjaan bila tidak penting benar. Alangkah depresifnya situasi ini. Di dalam kondisi emosi yang tidak bertenaga ini, beredar tayangan di sosial media yang ditulis oleh istri almarhum Aloysius Bayu Rendra Wardhana, “Hai Aaron dan Alyssia, suatu saat ketika kalian besar nanti dan ditanya oleh sekelilingmu, mana papamu. Kalian dengan bangga akan menjawab papaku di surga dengan Allah Bapa karena dia jadi martir di gereja." Sementara Ibu dari almarhum Nathan dan Evan pun mengatakan: “Mama telah memaafkan pelaku bom. Selamat jalan Evan dan Nathan Anakku”.

Sejenak saya terperangah oleh reaksi yang tegar dan cepat ini. Dan segera merasa malu membayangkan diri kita yang sama sekali tidak terkena dampak pribadi, tetapi lemah lunglai tidak bertenaga untuk bangkit kembali. Situasi terpuruk seperti ini bisa jadi pernah kita alami walaupun mungkin tidak sedahsyat ini. Bisa secara ekonomi, ketika tiba-tiba penjualan anjlok, bisa juga ketika ada anggota keluarga yang mengalami musibah. Kita menjadi lemas dan seolah tidak bertenaga. Ada rasa depresif yang kadang bisa memunculkan insting kematian, dan membuat kita merasa lebih baik tidak berada di dunia ini lagi.

Kita mengalami break down. Kita lupa bahwa di dalam diri kita tetap ada insting kehidupan yang memberikan daya lenting sedahsyat kekuatan ombak atau tornado sekalipun. Kita lupa pada kata-kata,“There is a crack in everything. That’s how the light gets in.” -Leonard Cohen. Cahaya yang masuk di antara kepingan situasi yang remuk redam membantu kita untuk melihat inti permasalahan dan membuka mata hati kita. Orang yang kehilangan harta, bisa belajar melihat hal lain yang lebih penting, seperti keluarga, persahabatan dan kedamaian. Orang yang kehilangan anggota keluarganya, meyakini bahwa almarhum sebenarnya sudah berada di tempat yang lebih baik, sehingga tidak perlu disesali berkepanjangan.

Pada saat seperti ini, penderitaan justru merupakan penempaan diri yang membantu kita untuk menemukan makna hidup yang lebih hakiki. Dalam bukunya Man’s search for meaning, Viktor Frankl mengatakan, “In some ways suffering ceases to be suffering at the moment it finds a meaning, such as the meaning of a sacrifice.” Penderitaan yang bertransformasi menjadi kekuatan.

Bebaskan diri dari rasa takut

Kita memang bisa terpuruk, terbenam, bahkan hancur. Namun, sepanjang kita masih hidup, tidak ada pilihan lain daripada maju dan jalan terus. Frustrasi dan rasa lemas yang didasari oleh pikiran dan keyakinan bahwa kita adalah korban, membuat kita terperangkap dalam lingkaran penderitaan yang lebih dalam. Kita perlu mampu memutus lingkaran ini dan berkeyakinan bahwa kita mempunyai pilihan. Man is nothing else but what he makes of himself, kata Sartre. Kita tidak bisa membiarkan enerji kita terbenam dan tersedot dalam kesedihan terus menerus, karena pada dasarnya manusia mempunyai kekuatan multidimensional. Tidak kuat di bidang ini bisa kuat di bidang lain. Kita harus menemukan the ‘why’ to live.

You are not broken. You are breaking through.

Mengapa tidak semua orang bisa dengan cepat melenting dan bangkit kembali? Banyak di antara kita berfokus pada keterbatasan. Ada yang merasa keterbatasannya pada kemampuan, fisik, finansial, sosial, ekonomi, bahkan ada yang merasa terbatas dalam semua hal. Carilah sumber kekuatan yang memberi enerji pada diri kita. Mungkin ada pada keluarga, sahabat, pekerjaan atau karya hidupnya, termasuk juga pada Yang Maha Kuasa sebagai sumber kekuatannya.

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi bentuk kendala/ halangan yang ada dalam pikiran kita. Ada yang merasa bahwa halangan berbentuk garis (The Line), memisahkan antara yang satu dengan yang lain, ada juga yang merasa terkungkung dalam sebuah kotak (The Box ), di mana kita hanya bisa bergaul dan bersentuhan dengan orang tertentu dan menjaga jarak terhadap mereka yang berada di luar kotak itu, ada juga yang berbentuk dinding (The Imaginary Wall ), di mana kita seolah buntu dan tidak bisa melihat hal lain dari area sebelah sana. Garis, kotak dan dinding ini sangat mempengaruhi bagaimana kita mengembangkan diri dan menerobos rintangan dalam hidup kita. Masih ingat tembok Berlin? Sampai saat ini masih banyak orang yang tidak bisa berbaur karena “tembok” yang masih tetap berdiri dalam imajinasi mereka.

Di sinilah kita perlu menyadari bahwa kekuatan pikiran, keyakinan dan kehendak, memegang peranan penting untuk mendobrak batas-batas imajinasi kita. Orang yang selalu meyakini bahwa ia tidak pernah dihargai oleh teman sekerja, perlu memeriksa apakah benar ada fakta yang mendukung pendapat ini. Mereka yang meyakini bahwa dialah yang termiskin di kalangannya, perlu menghitung dan mengkaji kembali apa yang disebut miskin itu. Sebagai manusia kita diberkahi “pikiran” yang tidak dimiliki mahluk lain.

Pikiran bisa menghambat kita untuk melakukan terobosan, tetapi juga bisa mendorong kita untuk bangkit dan merasa kuat. Dengan demikian kita mampu menembus garis, kotak bahkan tembok yang mengungkung kita dengan rasa takut, cemas, benci, marah dan tidak mampu. Dalam keadaan terpuruk kita perlu bebenah pikiran, masuk ke dalam pemikiran-pemikiran yang tak pernah kita sentuh namun memberikan banyak pilihan jawaban terhadap berbagai kemungkinan tindakan baru.

Berikan diri kita kesempatan untuk mengalami hal-hal baru di luar kebiasaan kita. Seperti kata Ronald Reagan ketika hubungannya dengan Rusia mencair: “The wall will fall.  Beliefs become reality.”  Mari bangkit, negara membutuhkan kita.

Dimuat dalam harian Kompas, 19 Mei 2018

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com