was successfully added to your cart.

WAKE UP CALL

Oleh 07 September 2015 Articles
WAKE UP CALL

Kita lihat betapa simpang siurnya komunikasi yang terjadi saat ini. Berita-berita yang tidak diketahui darimana asal muasalnya bisa bertebaran dan mempengaruhi opini publik meskipun kesahihannya masih diperdebatkan. Pengumuman resmi mengenai hal yang sangat penting kadang sudah tersebar di berbagai media sosial sebelum waktunya. Batas etika komunikasipun semakin tipis dan mudah dilanggar. Pembicaraan telpon yang belum tentu boleh disadap, bahkan disebarkan kepada pers sehingga menyebabkan kekisruhan berita yang semakin tidak terbendung. Masyarakat kerap dibanjiri beragam berita mengenai konflik yang mau tak mau tetap disimak agar tak ketinggalan cerita. Sering tidak disadari bahwa pada akhirnya spirit dapat terkena imbas dari berita yang tak jelas. Pengikut bisa semakin lama dilanda kegalauan, ketakutan, semakin kita menjadi tidak percaya diri dan akhirnya menunda untuk bertindak dan bergerak. Padahal di jaman susah begini, kita justru memerlukan beribu-ribu bahkan berjuta-juta go getters, mereka yang bisa membuat nasibnya sendiri, bukan orang yang "menunggu" dan waswas terhadap nasibnya. Banjirnya informasi ternyata bukan membuat orang menjadi lebih knowledgable melainkan menjadi semakin bingung. 

Di sisi lain, seorang pemimpin di masyarakat perlu mengkontrol spirit pengikutnya. Ini bukan hal yang bisa disepelekan. Ia perlu menyadari pentingnya komunikasi kepada para pengikutnya sehingga mereka mengerti apa penyebab kondisi krisis yang terjadi, apa yang disasar, apa visi pemimpin, dan bagaimana garis besar rencana strategis penyelesaiannya. Bukankah kita yang belum lahir sekalipun di masa Soekarno tahu ungkapan:  “Rawe-rawe rantas malang-malang putung”  yang dikumandangkan Proklamator kita pada tahun kedua kemerdekaan Indonesia dan begitu membakar semangat? Sepintar-pintarnya masyarakat, guidelines dibutuhkan untuk memudahkan tuntunan ke pencapaian tujuan. Apalagi kalau banyak hal-hal yang harus diubah, mulai dari gaya hidup, sampai ke prosedur, kedisiplinan, efisiensi , dan bahkan integritas. Pengencangan ikat pinggang, penurunan konsumsi makanan rapat, biaya perjalanan dan lainnya akan lebih mudah dilakukan dengan guideline yang konsisten dan jelas dari pemimpinnya. Inilah saatnya, pemimpin lebih bersuara lantang, keras, dan jelas. Suara pemimpin akan menambah tenaga kita untuk lebih lenting menghadapi perubahan dan tahan bekerja keras. Hal ini dapat kita lihat dari diri Mahatma Gandhi, seorang yang berperawakan kecil, seolah lemah tetapi menyuarakan visinya secara powerful. Sampai saat ini pun, gaya hidup dan filosofi yang beliau canangkan tetap bertahan pada masyarakat India, bahkan dunia. Simpang siurnya berita benar-benar perlu ditengahi dengan kekuatan bicara pemimpin, yang akan berfungsi sebagi penyapu jalan bertenaga uap, membersihkan yang salah-salah, menembus semua tingkat dan lapisan, berkomunikasi secara pribadi, dari hati ke hati mengenai perubahan yang diharapkan dan tujuan yang ingin dicapai. 

"Stand up, speak up"

Ternyata ungkapan “Stand up, speak up” yang selalu diajarkan ayah saya, bisa sangat menguatkan ketika kita menghadapi hal-hal yang mengkhawatirkan dan dilematis. Sudah banyak kita dengar beragam analisa bahasan mengenai seorang pemimpin. Banyak yang memuji kualitas, integritas, tindakan, dan kebijakannya. Tetapi seringkali kita tidak mendengar langsung dari mulutnya, apa yang ia visikan, apa obsesinya dan keyakinannya terhadap obsesi ini. Mengapa kita harus mengarah ke obsesi tersebut. Orang memang perlu sentuhan pribadi seorang pemimpin, bahkan, perlu mendengar suaranya. Pengikut perlu benar-benar bisa merabarasakan emosi pemimpinnya, gairahnya, bahkan sampai mengimajinasikan mimpi pemimpinnya dan menjadikannya sebagai bagian dari mimpinya sendiri. Dalam hal ini, sambung rasa akan lebih terjadi pada pemimpin-pemimpin yang terbukti empatik. Pemimpin yang bisa memikirkan keadaan para pengikutnya. Tahu kesulitan hidupnya, tahu ketakutan dan kekhawatiran mereka, serta tahu rasanya hidup sebagai pengikut. Ungkapan empati ini walaupun belum menyelesaikan masalah, akan sangat menenteramkan pendengarnya.

Bagaimana supaya bicara pemimpin tidak ‘omdo’, omong doang, atau kurang "walk the talk"? Pemimpin tidak boleh segan-segan membuat standard of excellence yang keras. Standar yang keras dan jelas ini otomatis akan memacu siapa saja untuk mencapainya. Tentunya, ketercapaian standar ini perlu sudah diperhitungkan secara matang bahwa upaya keras yang dilakukan akan membawa pada hasil yang ia janjikan kepada pengikutnya. Terakhir juga adalah mempertegas komitmen bahwa pemimpin akan menemani pengikut dalam susah dan senang, tidak akan lari dari tanggung jawab, dan tidak akan "cuci tangan" bila terjadi sesuatu juga sangat penting. 

Hanya dengan kata-katanya sendirilah seorang pemimpin bisa mengarahkan pengikut ke spirit inovasi, customer focus, meningkatkan safety dan pengamanan lingkungan serta yang paling penting: menerapkan integritas.

Dimuat dalam KOMPAS, 5 September 2015

 

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com