was successfully added to your cart.

SAYA BUTUH MENTOR!

SAYA BUTUH MENTOR!

PERNAHKAH kita mendengar kata “mentor” dalam obrolan anak muda sekarang, terutama mereka yang baru memasuki korporasi atau lembaga? Bila iya, bisa dipastikan bahwa korporasi atau lembaga tersebut sudah memiliki sistem untuk mempersiapkan future leaders-nya. Bila tidak, maka bisa saja upaya-upaya untuk menarik individu berpotensi serta mengakselerasi proses pengembangan maupun pembelajarannya masih belum tertata dalam sistem. 

Bayangkan jika seorang karyawan muda, walaupun ia ambisius, ingin berkembang cepat, ternyata tidak punya bayangan tentang jalur pengembangan, bahkan tidak mempunyai gambaran jelas tentang konsep mentoring. Tanpa harus menyalahkan generasi mana yang salah, kita perlu menyadari bahwa di samping mengupayakan profitabilitas dan produktivitas, kita juga perlu menabung upaya untuk mengembangkan potensi kepemimpinan pada generasi muda. Bayangkan bila terjadi sesuatu hal pada pimpinan perusahaan sekarang. Sudah siapkah kita dengan rencana suksesi maupun suksesornya?  

Di banyak perusahaan, pertanyaan ini memang sering muncul. Tetapi dalam banyak kasus, para leader, termasuk departemen pengembangan sumber daya manusianya, tidak tahu bagaimana cara memulainya. Bila memulai pun, sering kali mereka tidak bisa menjaga konsistensi pelaksanaannya. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan program mentoring yang sinambung biasanya mempunyai tingkat semangat kerja yang lebih baik. 

Mentor maupun “mentee” merasakan kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan jika program ini tidak ada sama sekali. Individu pergi bekerja, dengan kesiapan hati menghadapi tantangan, siap membantu sesama anggota tim, siap mengajari teman lain, dan paham bagaimana memberi kontribusi kepada perusahaan. Individu yakin bahwa kontribusinya berdampak signifikan bagi kemajuan perusahaan. Bahkan, ketika bisnis terasa sepi, justru semangat para pembelajar inilah yang bisa mengangkat mental perusahaan. 

Kenali akselerator karier anda

Sepintar dan sesukses apa pun, kita perlu menyadari bahwa kita perlu orang lain untuk mempercepat pengembangan diri. Kita mungkin mengenali para atasan di pucuk kepemimpinan, yang sangat memperhatikan bawahan, dan sering memberi tips ataupun pengarahan pada kita. Namun, banyak juga atasan yang tidak meluangkan waktu untuk memperhatikan kita. Dalam situasi ini, kita seakan berada di sebuah lembah tanpa alat bantu untuk mencapai dataran tinggi. 

Adanya sistem mentoring sebetulnya sangat membekali diri kita dengan hal-hal yang tidak kita dapatkan baik di sekolah, pelatihan atau pendidikan formal lainnya. Seorang mentor yang baik, selain mempunyai jalur koneksi lebih banyak, bisa memberi kita kesempatan untuk bertanya, menyampaikan proposal, belajar, atau sekedar berkenalan dengan orang yang tidak mungkin kita temui dengan upaya sendiri. Seorang mentor juga biasanya sudah mempunyai lebih banyak referensi. Ia bisa menyarankan buku, jurnal, artikel atau bacaan lainnya, agar wawasan kita semakin meluas. 

Banyak di antara kita, walaupun sering membaca visi misi perusahaan, ternyata kurang paham tentang bagaimana menerapkannya dalam perilaku kerja sehari hari. Dari seorang mentorlah kita bisa mendapatkan “ilmu” berperilaku, sekaligus menanamkan nilai-nilai korporasi dengan lebih kuat. Kita tidak mungkin maju, bila kita tidak mempunyai pandangan jauh ke depan. Dengan mentorlah kita bisa bertukar pikiran mengenai masa depan, dan nasib karier kita. 

Banyak ahli yang mengatakan, ”mentorship is a two-way street”. Apa artinya? Bisakah Anda membayangkan, rasa kesal seorang mentor bila ia tidak melihat adanya perbaikan, atau respons positif dari mentee-nya? Pertama, kita perlu berupaya keras untuk menjadi orang yang layak mendapatkan mentor. Sikap kerja dan kinerja kita perlu menonjol. Mau tidak mau, hanya kinerja dan sikap kerjalah yang bisa mencuri hati para mentor. Supaya engagement antara mentor dan mentee tetap terjaga, si mentee memang harus memperlihatkan kemajuan, dan menunjukkan nilai tambah yang produktif. Tidak bisa pasif, tidak berinisiatif, tetapi harus aktif berprestasi. 

Nilai tambah ini bukan saja dirasakan si mentee dan perusahaan, tetapi lebih daripada itu rasa lega, bangga dan maju, juga akan dirasakan oleh sang mentor. Bagi mentor yang memang sudah senior, berperan sebagai pembina juga mengandung fungsi kontrol bagi dirinya. Otomatis ia perlu menjaga perilakunya sendiri, karena perlu walk the talk. Tanpa disadari, seorang mentor mengelevasi posisinya sendiri, karena mengembangkan pemikiran yang segar sebagai efek pembelajaran ini. 

Bisakah perusahaan membuat sistem mentoring?

Beberapa best practice menunjukkan bahwa program yang sukses, koordinatornya adalah pimpinan puncak atau paling tidak, direktur PSDM-nya sendiri. Mau tidak mau, kita pun perlu memilih calon-calon mentor yang mempunyai kemampuan komunikasi yang di atas rata-rata, serta dikenal sebagai individu yang berpandangan luas. Mereka pun perlu dilatih untuk misalnya menggali kekuatan “mentee”, mengenali persoalan, dan pertimbangan yang dikemukakan mentee, dan yang paling penting, terampil mengarahkan pembicaraan dengan pertanyaan-pertanyaan penggali, sebelum kemudian memberi pengarahan atau penugasan.

Perusahaan bisa membantu untuk mengampanyekan budaya bertanya, dan juga pemberian umpan balik yang actionable melalui poster-poster, iklan internal dan buletin, sehingga kebiasaan para karyawan pun terbentuk. Program mentoring juga akan efektif bila mentee yang sukses memang akan diberi prioritas untuk menduduki jabatan yang lebih menantang. Unsur sponsorship yang sering kita kenal dalam organisasi kemiliteran juga bagus kita terapkan di sini, asalkan obyektif dan tidak mengandung unsur nepotisme.

Dimuat dalam KOMPAS, 28 Mei 2016 

 

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com