was successfully added to your cart.

MANAJEMEN MULTIGENERASI

Saat hadir di kelas-kelas management trainee, saya seringkali mencium ambisi kuat dari para ‘fresh graduate’, untuk bisa segera menduduki jabatan-jabatan penting di perusahaan.  Terasa sekali ketidaksabaran para ‘millenial’ kelahiran tahun 1980 ke atas  ini untuk bisa segera ‘mendaki ke puncak’ dengan cepat. “Tolong berikan cara konkrit supaya kami bisa segera menguasai kompetensi para direktur”, adalah pesan kental mereka, yang kelihatan begitu siap bersusah-susah, sepanjang bisa meraih cita-cita dan menduduki posisi yang lebih tinggi dalam waktu singkat.


 


Sementara para ‘millenial’ baru ini haus dan gila belajar, individu-individu ‘senior’ di dalam organisasinya belum tentu semuanya siap dan sadar perlunya ‘menurunkan’ pengalaman dan ‘know-how’nya pada yang muda-muda. Ada perusahaan BUMN, di mana fresh gradutes dan semua karyawan berusia di bawah 40 tahun sekedar diserahi posisi staff atau bahkan yang lebih rendah. Manajemen yang ada sudah mendekati usia pensiun, sementara jabatan seperti kepala cabang dan kepala unit sulit dicarikan penggantinya. Terasa bahwa perusahaan ini sekarang kehabisan nafas dan dinamika untuk memajukan kinerja perusahaan, karena didominasi manajemen satu generasi, yaitu individu-individu senior yang sarat pengalaman dan loyalitas pada organisasi. “Akan sempatkah tacid knowledge yang dipunyai generasi senior diturunkan pada generasi juniornya, untuk bisa menyelamatkan eksistensi organisasi?”


 


Tantangan manajemen multigenerasi adalah ‘memasangkan’ individu senior yang sarat integritas dan pengalaman dengan para juniornya. Mengelola berbagai generasi berarti mengelola calon pensiunan, “baby boomers” yang sedang mekar-mekarnya, dengan  generasi”X” yang dinamis dan gemar teknologi, dan para “millennial” yang gila belajar. Pertanyaannya: ”Bisakah?”. Bisakah kita menciptakan suasana kerja yang nyaman buat setiap generasi? Bisakah para senior sabar menghadapi para junior yang terasa ’sok tahu’, bahkan ‘ngocol’? Bisakah anak muda sabar mendengarkan wejangan-wejangan para senior yang merasa ‘perlu’ memberi arahan, dan menerima birokrasi yang ada dengan jiwa besar?.


 


Memang, investasinya tidak sedikit dan mustinya dilakukan  sepanjang masa. Seorang manajer HRD sebuah bank terkemuka yang sadar melakukan program management trainee, mengatakan,”Semua lulusan management trainee kami akan menduduki posisi nomor dua di cabang-cabang”. Bisa Anda bayangkan berapa uang yang diinvestasikan bank ini untuk mencetak ‘fresh graduates’ yang siap mendampingi para seniornya untuk menduduki jabatan berbobot dengan wewenang dan risiko yang besar. Namun, kita harus melakukan ini, karena tanpa “know-how” dan tacid knowledge para senior, si junior walaupun dinamis dan gemar belajar belum bisa menghandel bisnis.


 


Sadar Belajar dan Fleksibilitas


Sering kita mengamati bahwa para lulusan MBA pun kerap menggagap, tertabrak-tabrak, berkonflik, ataupun tidak mempan menghadapi pelanggan ketika memasuki dunia perkantoran. “ Bagaimana mau menemui pejabat, atau pelanggan besar? “ komentar seorang senior, “ bicaranya saja masih belepotan”.  Hal ini membuktikan bahwa ada beberapa ketrampilan yang memang perlu diperkenalkan oleh kehidupan kantor sendiri, seperti pengenalan ‘core business’ dan produk atau servis yang diperdagangkan perusahaan. Bahasa dan sistem di setiap perusahaan juga punya budaya tersendiri yang tidak bisa didapat di sekolahan. 


 


Para junior perlu sadar bahwa belajar memang perlu ‘on the job’ dan kegiatan ‘mendengar’ adalah satu-satunya jalan untuk menangkap “know-how” yang masih dipegang oleh para senior. Kesenjangan antara generasi ini perlu dijembatani lewat kesadaran para junior untuk mempelajari kompetensi interpersonal, komunikasi, cara supervisi, serta “soft skills” lainnya.


 


Para senior juga perlu sadar bahwa daya tangkap dan cerap  anak muda memang lebih tajam daripada yang diperkirakan. Generasi terakhir ini memang punya daya orientasi yang lebih kuat, lebih berani “hands on”, fleksibel dan bisa bekerja tim. Mereka pun lebih senang belajar secara praktis daripada teoretis.


 


Kontak Antargenerasi


Kegiatan seperti forum eksekutif adalah sarana’ sharing knowledge’ yang dapat  membantu pada junior belajar melakukan ’networking’ dan memperluas wawasan bisnis riil dalam suasana sejajar dan bukan terang-terangan belajar. Proyek bersama antargenerasi, seperti mencobakan produk baru, R&D, event organizing, outing, dan lain-lain, wajib ‘hukum’nya sehingga setiap pihak bisa belajar dari yang lain. Biasanya karena ukuran kelompok juga kecil dan sasarannya jelas, maka generasi yang berbeda bisa bekerjasama lebih cepat. Presentasi para junior juga perlu sekali didengar dan dikoreksi para top eksekutif, sehingga para junior akan mendapatkan arahan langsung dari para ‘professor’ perusahaan, yang tahu persis tujuan, visi, dan misi perusahaan.


 


Program mentor dan Sistem ‘Buddy’


 


“Kamu harus bisa”, “Jangan bikin malu saya”, “Begini caranya”, kata-kata ini biasanya terdengar dari seorang mentor yang mau tidak mau akan ‘membela sekaligus mendidik’ anak asuhnya. Seorang buddy perlu mengajari juniornya untuk bersikap. Dan, yang lebih penting lagi buddy adalah “orang dekat” yang ada diperusahaan, yang bisa memberi perhatian, nasihat dan dukungan bagi juniornya. Si senior, dengan predikatnya, tidak punya pilihan  lain kecuali  berbagi ilmunya.


 


Belajar  dari orang lain dan kuat –kuat  beradaptasi adalah kunci alih kompetensi antar generasi  di perusahaan.

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com