was successfully added to your cart.

JENIS TALENTA BARU

JENIS TALENTA BARU

Transformasi digital bukan lagi wacana masa depan. Ia telah mengetuk pintu kita, bahkan masuk tanpa permisi. Kita dipaksa menyesuaikan cara bekerja, berpikir, bahkan cara memandang manusia dalam organisasi. Namun, dalam kehebohan mengejar teknologi terbaru, satu hal yang harus kita ingat, yaitu teknologi tak akan berarti apa-apa tanpa talenta yang mampu mengoperasikannya, mengembangkannya, dan yang terutama menemukan maknanya. 

Melakukan transformasi digital bukan sekadar membeli dan memakai perangkat tertentu. Banyak pemilik perusahaan yang merasa takut ketinggalan, segera memutuskan untuk membeli perangkat-perangkat baru terutama yang sudah berlabel AI dengan harapan perangkat ini dapat menyelesaikan permasalahan di perusahaan.

Perangkat perlu dibangun dari analisis menyeluruh mengenai kebutuhan berbagai pihak agar dapat diterima dengan mudah oleh para pengguna yang bisa jadi resisten ketika mereka dituntut untuk mengubah cara kerjanya. Kita masih ingat betapa pada masa awal sistem Coretax diluncurkan membuat para pekerja bagian keuangan merasa frustrasi.

Transformasi digital juga tidak sekadar menjadi paperless, tetapi juga bagaimana setiap manusia berpikir lintas fungsi, memanfaatkan informasi ataupun data yang dimiliki oleh satu pihak untuk pihak lain. Aplikasi seperti Google Maps ataupun Waze tidak hanya peta penunjuk jalan, tetapi juga bagaimana individu memanfaatkan kabar dari pengendara lain untuk mendapatkan informasi yang real time sehingga pengguna dapat memilih jalan yang paling efisien sesuai kebutuhan.

Demikian pula di organisasi, sistem ERP disusun agar proses kerja antardivisi bisa berjalan lebih seamless, tidak lagi tumpang tindih yang berakibat pada inefisiensi, serta organisasi dapat memiliki data yang lebih integratif untuk melakukan analisa yang membawa pada inovasi. Kolaborasi menjadi unsur yang sangat penting dalam dunia yang semakin kompleks ini.

Membangun barisan tangkas digital

Dalam transformasi digital tanggung jawab kesuksesan berada pada pundak seluruh fungsi, bukan divisi TI semata. Banyak organisasi berlomba mencari data analyst, software engineer, atau UX designer yang mumpuni. Namun, tidak juga berhasil membuat transformasi yang “magic” karena kegagalan sebagian besar inisiatif digital justru gagal bukan disebabkan kurang canggihnya teknologi yang digunakan. Teknologi bisa dibeli, tetapi kemampuan kita beradaptasi dengan masa depan yang semakin digital adalah kunci.

Digital dexterity menggambarkan organisasi yang memiliki tenaga kerja yang melek teknologi. Ini memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan cepat dan memanfaatkan teknologi secara kreatif untuk merancang cara-cara baru agar dapat bekerja lebih efektif dan agile. Tenaga kerja yang cekatan secara digital sangat analitis, kolaboratif, dan lincah. Menurut Gartner, sebuah perusahaan riset teknologi, organisasi dengan digital dexterity yang tinggi memiliki kemungkinan tiga kali lebih sukses dalam inisiatif digital. Mereka mudah beradaptasi, berkinerja tinggi, dan menganggap perubahan sebagai peluang untuk memperbaiki status quo.

McKinsey menemukan bahwa hanya sekitar 30 persen dari program transformasi yang berhasil mencapai sasarannya. Penyebab utamanya karena kurangnya keterlibatan internal dan investasi pada kapabilitas. Hal senada juga ditemukan oleh BCG dan IBM yang melihat faktor ketidakberhasilan program transformasi teknologi pada manusia dan budayanya.

Dalam transformasi digital, manusia sebagai sumber daya sering dilihat sebagai makhluk kuno yang harus diubah. Para karyawan khawatir posisinya tergantikan oleh mesin-mesin baru. Ketakutan inilah yang mengakibatkan tumbuhnya resistensi. Sangat penting bagi para pemimpin untuk mengenali ketakutan tersebut dan menekankan bahwa proses transformasi digital merupakan peluang bagi karyawan untuk meningkatkan keahlian mereka agar sesuai dengan tuntutan pada masa depan.

Muncul satu istilah baru yang dipopulerkan oleh Ginni Rometty, mantan CEO IBM, yaitu “new collar workers”. Istilah ini mengacu pada jenis talenta baru yang tidak selalu harus datang dari pendidikan perguruan tinggi selama 4 tahun, tapi bisa dari bootcamp, pelatihan keterampilan teknologi ataupun jalur non-tradisional lainnya.

Mereka bukan pekerja kerah putih atau biru, melainkan pembelajar tangguh, adaptif, kuat di lapangan, dan siap tumbuh bersama teknologi. Mereka inilah yang mulai menjadi andalan di banyak organisasi. Kita perlu menciptakan ruang bagi siapa pun yang memiliki keinginan belajar, dari latar belakang apa pun.

Mereka yang sukses dalam mendorong transformasi pasti harus melek data dan teknologi. Namun, sebagaimana kita ketahui, teknologi berkembang sedemikian cepatnya sehingga kompetensi teknis menjadi sesuatu yang bersifat sementara. Yang lebih penting adalah bagaimana individu memiliki rasa ingin tahu, berpikir secara holistis, bersedia berkolaborasi lintas fungsi, melihat tantangan dan perubahan sebagai peluang untuk menciptakan inovasi baru.

Kemampuan teknis bersifat sementara. Rasa ingin tahu intelektual haruslah permanen. Oleh karena itu, kita perlu memiliki pola pikir "belajar seumur hidup". Meskipun tenaga kerja di bidang teknologi menjadi salah satu yang paling dicari saat ini, tidak sedikit dari mereka juga yang kehilangan pekerjaannya dalam era ini. Amazon bahkan telah memangkas lebih dari 25 ribu pekerjanya semenjak 2022.

Untuk itu, selain merekrut talenta baru yang dapat mendorong ketangkasan organisasi dalam transformasi digital ini, kita juga perlu melakukan pemetaan ulang dari tim yang ada. Keahlian teknologi apa yang dibutuhkan oleh organisasi kita, siapa yang bisa ditingkatkan, dilatih ulang. Selain pembelajaran formal, kita dapat melakukan upaya job rotation, mentoring, reverse mentoring, hingga proyek kolaboratif lintas divisi. Bagaimana membangun pembelajaran tidak hanya dalam program, tetapi juga menjadi sebuah budaya dengan merayakan eksperimen, bahkan kegagalan, memberi ruang untuk bertanya, mencoba, dan berbagi ilmu. Tentu pemimpinlah yang menjadi role model dalam pembelajaran digital karena perubahan tercepat adalah yang diinisiasi dari atas.

Kita memang tidak tahu pasti teknologi apa yang akan berkembang pada masa mendatang. Namun, kita tahu satu hal, kita perlu terus belajar dan saling membangun.

EXPERD   |   HR Consultant/Konsultan SDM

Diterbitkan di Harian Kompas Karier 23 Agustus 2025

#experd #expert #experdconsultant #hr #hrconsultant #jenis #talenta #baru

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com