was successfully added to your cart.

Entertainment atau “Entertainment”

Dalam laporan keuangan sebuah perusahaan, saya menyaksikan adanya pos pengeluaran untuk entertainment yang jumlahnya lumayan besar. Setelah di telaah, ternyata di pos tersebut dimasukkan pula ‘komisi’ untuk petugas di perusahaan pemberi kerja, yang lazim kita kenal sebagai ‘uang pelicin’. Sedih tidak sedih, prihatin tidak prihatin, kita memang mengenal kentalnya tradisi ‘amplop’ ini, bukan saja di negara kita yang tercinta ini saja, tapi juga di negara lain.


 


Apakah semua entertainment itu tidak halal dalam bisnis? Bagaimana dengan orang-orang sales yang memang harus hidup dari hubungan baik dengan kontak, koneksi dan sahabat-sahabat mereka, baik di lingkungan instansi pemerintah, bisnis  ataupun lembaga lainnya, dan tidak bisa melulu mengandalkan hubungan formal dalam bekerjasama?


 


Dalam kamus dan ensiklopedia, entertainment dianggap sebagai kegiatan untuk menyajikan kesenangan atau hiburan. Di saat sekarang, banyak orang mengartikannya sebagai ‘memberi secara sepihak’ pada pihak-pihak yang dapat memperlancar proses transaksi atau proyek. Konsep ini sebenarnya menyebabkan pihak yang di-‘entertaint’ seolah-olah menjadi obyek entertainment dan tidak pernah punya posisi yang “baik”. Sebagai akibat, kegiatan entertaintment banyak dipandang negatif dan bahkan juga dihindari oleh baik pihak yang meng-approach maupun di -approach . Hubungan yang saling menghindar ini tentunya menyebabkan hubungan kerja menjadi sulit dan tidak lancar. “lebih baik kita tidak kelihatan dekat. Nanti kita disangka ‘kong kalikong’ lagi” demikian komentar seorang  pemberi kerja.


 


Sebenarnya, hubungan bisnis atau hubungan kerja selamanya bisa dibina secara formal maupun informal. Dalam situasi informal,  kemampuan gaul seseoranglah diuji. Banyak orang terjebak pada paradigma bahwa meng-entertain adalah kegiatan basa-basi yang melelahkan, seolah-olah yang di entertain adalah orang yang tidak menyenangkan. Bahkan, ada yang menganggap bahwa kebanyakan  relasi sebenernya bersikap ‘UUD’; ujung-ujungnya duit.


 


 


Salahkah Membuat Relasi Senang?


Saya punya teman yang bekerja di bagian pengadaan barang sebuah perusahaan telekomunikasi. Ia terkenal galak, bersikap seadanya, “nothing to loose” dan teliti. Yang jelas tidak ada kompromi. Dalam waktu senggang ia yang senang berolahraga, sering mengajak relasi untuk melakukan kegiatan bersama, bahkan ia dengan sukarela meng-coach teman-teman yang belum trampil untuk berolah raga. Biaya yang harus ditanggung untuk menyewa lapangan dan sebagainya biasanya ditanggung oleh para pemasok relasinya. Namun, kadang-kadang juga ia tidak segan segan mengeluarkan uang dari koceknya untuk mentraktir atau membeli jajanan. Saya pernah mengajukan pertanyaan pada teman kita ini, mengapa ia baik kepada para relasinya. Dan ia menjawab bahwa ia senang berteman dan tidak mau pekerjaan menjadi penghambat kegiatan bergaulnya. Bermanfaatkah berteman dengan individu seperti ini? Pasti. Ia akan menegur kita bila dokumen tender  tidak lengkap, misalnya, dan itu bisa ia lakukan secara informal, tetapi tegas. Iapun tidak “lupa” mengundang kita dalam setiap kesempatan memasok di perusahaannya.


 


 


Berbagi Kesenangan dengan Tetap Saling Merespek


Pada dasarnya entertainment bisa kita lihat sebagai kegiatan berbagi kesenangan, hobi dan minat yang dalam situasi bisnis atau hubungan kerja bisa dilakukan oleh pihak-pihak yang sedang ingin membina hubungan lebih baik. Terkadang, saking inginnya mencapai sasaran bisnis, individu tidak mampu melepaskan diri dari sasaran jangka pendeknya dan membina hubungan bisnis secara kaku dan sepihak.  Sebagai akibat , dia tampil sebagai individu yang kasar dan tidak tulus. Bukankah permainan golf akan menjadi garing bila dilakukan dengan  orang yang “ada maunya”?  Bila dipikir-pikir banyak sekali hal-hal yang bisa kita nikmati dengan orang lain, baik yang kita butuhkan pertolongannya maupun tidak.  Contoh yang paling kongkrit dan berguna adalah mengobrol santai. Seringkali percakapan, seperti bicara hobi, olahraga, kota kelahiran, minat, cuaca, politik yang tidak ada habisnya ini, akan membuahkan persahabatan yang tidak bisa dinilai dengan uang lagi.


 


Kegiatan “memberi dan diberi” pun hanya bisa dinikmati bila kita tahu persis bahwa ada ketulusan dan respek diantaranya. Pernah perusahaan saya mengirimkan penganan buka puasa ke sebuah lembaga bergengsi yang secara kaku menerapkan kebijakan: “Tolak semua pemberian”. Walhasil, setelah seminggu, penganan tersebut masih bertengger di lemari satpam di pintu penjagaan depan. Kami di kantor merasa sedih karena kami sebenarnya sekedar ingin berbagi kesenangan. Di lain pihak tentunya kita tidak bisa menyalahkan relasi kita ini karena menerima bingkisan apapun  akan dianggap melanggar peraturan.


 


Situasi inilah yang terjadi bila dalam bisnis masing-masing pihak tidak mampu membina dan menikmati kesejajaran bermitra. Sebagai peng –entertaint , kitalah yang wajib mawas diri dan berupaya untuk menyajikan situasi yang betul betul menyenangkan pihak yang sedang kita dekati, tanpa harus membuat pihak yang di –entertaint  merasa terjepit, antara ingin sopan pada kita sebagai pemberi , tetapi juga khawatir dianggap korupsi.  


 


Kreativitas Memberi Nilai Tambah


Situasi entertainment, baru ideal bila memang si peng-entertain, mempunyai sesuatu nilai tambah sebagai hasil kreativitas untuk diberikan. Katakanlah, karcis konser yang sulit didapat, tetapi bisa disediakan. Bisa juga bentuknya  nonton bersama, mencoba restoran baru, ataupun berolahraga yang betul betul membangkitkan “fun”  di mana pihak yang di entertain mendapat nilai lebih, seperti senang ditemani ataupun mendapat wawasan dan teman  baru. Situasi akan terbalik dan tidak banyak manfaatnya  bila yang di entertaint  merasa membuang buang waktu karena “host” “tidak tahu apa-apa” mengenai makanan, olahraga  atau tontonan yang disajikan dan hanya “membayar” tagihan.


 


Di dalam dunia bisnis baik si pengentertain maupun yang dientertain memang tidak ada salahnya belajar bergaul di luar hubungan kerja. Hanya orang-orang yang kreatiflah yang bisa menyajikan hal-hal baru yang menarik, menyenangkan hati dan menyulapnya menjadi hubungan bisnis yang saling menguntungkan.  Apapun situasinya,  di masa sekarang, siapapun memang harus “customer oriented” dan meyakini bahwa “everybody is customer, except ourselves”.


 


Ditayangkan di KOMPAS, 28 Juli 2007

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com