was successfully added to your cart.

MENGELOLA ENERGI

MENGELOLA ENERGI

Kita melihat semakin banyak orang muda yang mengalami penyakit stroke ataupun serangan jantung, yang dahulu penyakit ini lebih sering menyerang lansia. Memang tantangan hidup yang semakin kompetitif dengan berbagai disrupsi dan kompetisi tajam membuat ketegangan semakin tinggi.

Tidak jarang para pekerja menghabiskan 12–14 jam setiap harinya untuk dapat bertahan, bahkan memimpin dalam persaingan. Ponsel selalu dalam genggaman dan siap untuk merespons panggilan dari tempat kerjanya. Saat bersama keluarga pun, pikiran dan jiwanya tetap pada pekerjaan sehingga tidak jarang mengakibatkan kualitas hubungan keluarga merenggang.

Semua sadar tujuan bekerja adalah membahagiakan keluarga. Namun, kenyataannya, keluarga sering merasa dikorbankan karena pekerjaan. Padahal, permasalahan dalam keluarga dapat berdampak pada performa individu di tempat kerja. Bagaimana kita memutus lingkaran ini?

Kebanyakan organisasi menginvestasikan dana mereka untuk pengembangan keterampilan dan kompetensi karyawannya. Namun, berapa banyak yang melakukan investasi untuk memastikan agar karyawan dapat berkontribusi kepada organisasi dalam jangka waktu panjang? Bagaimana individu dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya bila ia sendiri mengalami kelelahan fisik dan mental? Semboyan “kerja, kerja, kerja” tampaknya perlu ditelaah kembali implementasinya.

Organisasi sering memberikan pelatihan manajemen waktu dengan tujuan agar para karyawan dapat memaksimalkan produktivitas mereka dan berkontribusi lebih besar bagi organisasi. Namun, bagaimanapun juga waktu setiap orang adalah tetap 24 jam sehari, tidak lebih tidak kurang. Di samping manajemen waktu, the science of stamina menyarankan untuk melakukan manajemen energi.

Berbeda dengan waktu, kapasitas energi dapat terus berkembang dengan mengubah kebiasaan dan membangun ritual-ritual baru yang lebih efektif. Google membangun kantornya dengan beragam area bermain maupun taman-taman hijau agar karyawan dapat mengistirahatkan sejenak pikirannya ketika makan siang dan kembali dengan lebih segar.

Anak sekolah dan karyawan di China terbiasa tidur sejenak setelah jam makan siang sehingga dapat kembali belajar dan bekerja dengan lebih bugar. Jadi, kunci mencapai kesuksesan yang sering terlupakan adalah bagaimana menjaga kekuatan sehingga dapat terus berkompetisi untuk jangka panjang.

Seni mengatur stamina

Semua orang tahu bahwa untuk sehat kita perlu makanan bergizi, berolahraga, dan istirahat yang cukup. Namun, berapa banyak yang benar-benar menerapkannya? Menurut penelitian Oregon State University, hanya 2,7 persen warga Amerika yang menyantap makanan sehat, tidak merokok, dan berolahraga secara teratur.

Kesadaran mengenai makanan sehat juga perlu dipahami secara benar. Banyak Iklan menyesatkan yang beredar di media menyelipkan kata “sehat” pada produk mereka. Bila jeli menelaah bahan yang digunakan dalam produk susu kemasan, kita bisa melihat bahwa beberapa produk memiliki kandungan gula yang lebih dari batas yang dianjurkan dinas kesehatan, lengkap dengan tambahan pengawet, perasa dan pewarna.

Selain itu, kebanyakan makanan yang dikonsumsi oleh para pekerja yang sibuk adalah makanan siap saji berkalori tinggi, lemak jenuh, banyak gula dan garam, rendah serat, serta mengandung bahan-bahan tidak alami.

Olahraga yang diharapkan juga bukan layaknya seorang atlet, melainkan bagaimana kita melatih otot jantung dan otot–otot penopang tubuh agar tetap kuat mendukung mobilitas kita. Kita perlu memahami siklus ultradian tubuh yang berkisar antara 90 hingga 120 menit. Pada akhir siklus, energi tubuh biasanya mulai menurun ditandai dengan menguap, sulit berkonsentrasi, sehingga butuh dipompa lagi dengan beberapa aktivitas penyegaran seperti naik turun tangga, meregangkan tubuh, atau sekadar mengobrol santai dengan teman.

Banyak kebiasaan lebih sehat bisa kita terapkan. Berjalan kaki selama 30 menit per hari, selain melatih otot, dapat memunculkan ide-ide baru karena situasi yang lebih santai memungkinkan otak kanan bekerja dan melihat dari perspektif yang lebih luas.

Setelah fisik, emosi pun penting untuk dikelola. Tenggat yang ketat dan target yang tinggi menghasilkan banyak ketegangan. Dalam ketegangan ini, tanpa disadari, kita sering mengekspresikan emosi negatif yang dapat merusak hubungan kerja. Bila belajar untuk mengenali emosi ini, kita akan lebih mudah mengendalikannya.

Salah satu tekniknya dengan melakukan “buying time”. Banyak orang merasa relaks dengan merokok, padahal rasa yang sama bisa didapatkan juga dengan berlatih bernapas secara teratur dan dalam, tanpa ancaman bahaya nikotin.

Berlatih melihat permasalahan dari berbagai sisi yang berbeda, selain membantu kita memiliki gambaran yang lebih lengkap juga dapat meningkatkan empati kita terhadap pihak lain. Sekaligus menghilangkan emosi negatif yang tumbuh dari prasangka. 

Selain mengendalikan emosi negatif kita juga perlu menumbuhkan emosi positif di lingkungan kerja dengan melakukan apresiasi kepada rekan. Rasa bahagia dari hormon dopamin ini akan membangkitkan emosi positif yang menular dan membuat produktivitas lebih tinggi.

Tuntutan yang tinggi sering membuat kita sibuk multitasking atau mengikuti beberapa rapat daring sekaligus. Padahal, ini justru bisa membuat diskusi semakin lama karena perhatian kita teralihkan pada hal lain ketika isu penting sedang dibahas sehingga perlu diulang lagi. Berlatih fokus melakukan satu hal pada satu waktu akan membuat pekerjaan selesai lebih cepat dengan kualitas yang jauh lebih baik. Banyak sekolah di Inggris menerapkan latihan meditasi pada anak-anak sebelum memulai pelajaran karena membuat pikiran mereka lebih terfokus dan penyerapan belajar lebih cepat.

Terakhir, refleksi rutin tentang alasan kita bekerja dan apa tujuan jangka panjang yang ingin dihasilkan juga bisa membuat stamina mental kita lebih positif dan termotivasi.

Life isn’t a sprint. It’s an ongoing journey. Agar tetap berprestasi tinggi, sehat, dan bahagia, kita perlu melakukan kedua hal ini secara simultan: mengerjakan tugas eksternal sambil menggarap diri sendiri secara internal.

EXPERD   |   HR Consultant/Konsultan SDM

Diterbitkan di Harian Kompas Karier 20 April 2024

#experd #expert #experdconsultant #hr #hrconsultant #mengelola #energi

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com