was successfully added to your cart.

BERANI

KITA sering terkagum-kagum pada budaya barat yang tampak berani mengemukakan pendapatnya dengan lugas. Sementara di dalam rapat-rapat di perusahaan, jarang sekali kita jumpai bawahan yang berani menyatakan ketidaksetujuannya atau bahkan mengkritik atasannya. Resikonya, bisa-bisa jalur kariernya terhambat atau minimal diasingkan oleh atasannya.

Budaya takut ini mungkin sudah terbangun semenjak kecil. Kita ambil contoh pola asuh ibu-ibu, yang bila ingin mendapatkan hasil yang baik, misalnya dalam menyuapi anak makan, caranya dengan menakut-nakutinya untuk membawanya ke polisi, ataupun ancaman tidak mendapatkan sesuatu yang sangat didambakan anak. Hal yang kita saksikan belakangan ini juga kurang lebih sama. Bila kita tidak menuruti kehendak penguasa, katakanlah penguasa kampung, segala urusan kita bisa tidak lancar. Apa akibatnya? Agar tidak mengalami kesulitan itu, kita membuang rasa berani jauh-jauh dan melakukan apa yang dikehendaki otoritas tersebut. Bahkan, di dunia maya pun, orang yang berani mengemukakan pendapat yang berbeda dari pendapat orang pada umumnya, akan langsung ramai-ramai dibully oleh para netizen yang mahabenar.

Pertanyaannya, bagaimana kita bisa menjadi orang yang pemberani? Kapan kita berani menyatakan bahwa pilihan kita benar? Kapan kita bisa berjuang membela kebenaran? Semakin sedikit orang yang berani akan semakin banyak orang yang apatis dan menuruti saja kehendak “otoritas”. Kita jadi menganggap bahwa berada di masyarakat yang penuh ketakutan dan kaku ini, bersikap “asal bapak senang” adalah hal yang lumrah.

Sebenarnya kita juga bukan berfokus pada pribadi-pribadi seperti Malala Yousafzai yang tertembak karena memperjuangkan pendidikan bagi perempuan remaja, atau seorang petugas pemadam kebakaran yang menembus api untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Namun, kita perlu juga memahami bagaimana rasa berani bisa tumbuh subur dalam pribadi kita masing-masing dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Keberanian adalah keadaan yang diwarnai rasa takut, tetapi berhasil kita tanggulangi dengan seimbang. Hidup dalam rasa takut akan membuat kita seolah-olah terpenjara meskipun secara fisik sebenarnya kita bebas merdeka.

Langkah pertama: definisikan rasa takut

Terkadang dalam hidup, kita tidak sempat mengidentifikasikan rasa takut kita. Mungkin ada beberapa rasa takut yang bisa kita identifikasikan dengan mudah, seperti takut gagal, takut rugi dan beberapa rasa takut yang mudah kita akui. Namun, dalam budaya yang menganggap keberanian itu adalah keperkasaan yang dramatik, kita terlepas dari tanggung jawab untuk memupuk keberanian dalam kehidupan sehari-hari.

Beranikah kita menyatakan terus terang pada rekan kerja kita bahwa penampilannya kurang representatif? Apakah kita hanya mengatakan bahwa kita tidak berani, tanpa membahas pada diri sendiri pola ketakutan apa yang sering menghantui diri kita? Bila kita melakukan hal ini, kita tidak pernah akan tumbuh menjadi seorang pemberani.

Menanggulangi “fear based behavior”

Bila kita bertahun-tahun sudah mengumandangkan demokrasi, tetapi tetap mengembangkan tindakan-tindakan yang masih dilandasi rasa takut, kita sungguh ketinggalan. Kita akan menjadi masyarakat yang selalu berorientasi pada otoritas dan mencari rasa aman. Bila orang lain merendahkan dan mengecilkan kita, suara mereka akan terngiang terus dalam diri kita dan terkadang mewarnai hidup kita. Kita bahkan kemudian bisa melakukan self talk dan mem-bully diri kita sendiri. Inilah yang harus kita perangi.

Tindakan yang harus kita mulai untuk meningkatkan keberanian adalah berkawan dengan ketakutan kita sendiri dan berteman dengan diri kita yang sering ragu atau merasa takut. Menjadi pemberani atau penakut bukanlah bawaan, melainkan niat diri kita sendiri. Kepribadian kita merupakan tumpukan dari tindakan-tindakan kita. Bila tindakan kita memang dilandasi rasa takut, dengan mudah kita tumbuh menjadi penakut. Rasa berani bisa kita jadikan kebiasaan yang perlu kita sadari setiap kita sudah melawan rasa takut itu. Rasa berani hanya bisa dibentuk dengan tindakan berani, seperti halnya ketidakmampuan kita berenang hanya bisa ditanggulangi dengan terjun ke air dan terus berlatih sampai kita bisa berenang dengan baik.

“Courage is a habit we can create through small daily actions”, kata Kate Swoboda pengarang buku The Courage Habit: How to Accept Your Fears, Release the Past, and Live Your Courageous Life. Swoboda menjelaskan bahwa bila kita benar-benar ingin berlatih untuk menjadi pemberani, pertama-tama kita harus berkenalan dengan keadaan fisik dan emosi kita. Kita perlu merasakan, kapan nafas kita lebih sesak, dalam suasana apa kita mengeluarkan keringat dingin. Berolahraga teratur dan latihan meditasi akan membuat kita lebih peka terhadap perubahan diri kita. Dengan kepekaan yang tinggi kita mulai bisa bersikap objektif terhadap rasa takut kita. Sesudah itu kita mulai bisa me-reframe dalam benak kita cerita-cerita yang membuat kita kecut dan takut. Kemudian, kita mulai menyusun langkah demi langkah tindakan berani dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya semakin lama semakin besar.

Ada penelitian baru-baru ini yang menggambarkan kebiasaan pemimpin yang pemberani. Mereka biasanya kuat menghadapi realitas, sepahit apapun realitas itu. Mereka juga pandai menerima umpan balik dan mendengar. Mereka tidak takut berdebat demi prinsip yang mereka yakini benar. Mereka mampu mengungkapkan pendapatnya dengan gamblang dan mengambil tindakan nyata serta tanggungjawab penuh atas tindakan atau pendapatnya tersebut. Mereka juga berani untuk mengakui bila ternyata pendapat atau tindakan mereka ternyata salah dan belajar dari kesalahan tersebut. Dengan demikian, kita bisa melihat keputusan bermutu yang dibuat oleh mereka karena latihan keberaniannya ini.

Kualitas-kualitas ini merupakan tantangan bagi setiap individu yang ingin bertumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat.

“Courage is an angel that makes the difference between a good life and a great life.” – Fairly Legal

Diterbitkan di Harian Kompas, 16 Februari 2019.

For further information, please contact marketing@experd.com