was successfully added to your cart.

PRIBADI OTROVERT

PRIBADI OTROVERT

Seorang anak kecil bernama Rami Kaminski duduk bersama dengan teman-temannya yang penuh semangat untuk mengucapkan ikrar pramuka. Namun, saat teman-temannya tampak berapi-api, Rami kecil tidak merasakan getaran yang sama. Dalam tulisan reflektifnya di New Scientist, Kaminski mengatakan, “Saya tidak merasakan apa-apa.”

Kalimat yang terdengar sederhana, tetapi membawa kegalauan besar dalam dirinya. Bayangkan melihat semua teman larut dalam kekhidmatan, sementara ia mempertanyakan mengapa dirinya merasa hampa, terlepas, dan asing di antara sorak kagum anak-anak lain.

Ia mulai menyadari dirinya seorang otrovert, istilah dari psikiater Kaminski untuk menggambarkan individu yang tidak nyaman dengan tuntutan kebersamaan dalam kelompok, tetapi tetap mampu menjalin kehangatan dalam hubungan personal.

Ia bukan introver yang menutup diri ataupun ekstrover yang mencari sorotan. Seorang otrovert seperti menghadap ke arah lain bukan di antara kedua kutub tersebut. Ia berjalan dengan ritmenya sendiri.

Dalam bukunya The Gift of Not Belonging: How Outsiders Thrive in a World of Joiners, Kaminski menuliskan beberapa pelajaran pribadi yang dipetik dari pengalamannya, bagaimana ia mengubah rasa asing yang awalnya dirasakan sebagai beban menjadi hal yang perlu disyukuri. Ia mengatakan, “Sejarah dipenuhi dengan pemikir independen yang tidak bergantung secara emosional pada kelompok mana pun dan karenanya dapat melihat fanatisme dari pikiran kolektif jauh sebelum kebanyakan orang menyadarinya.”

Menurut Kaminski, keunikan pribadi otrovert adalah karena mereka tidak larut dalam bluetooth phenomenon, yaitu kemampuan sebagian besar orang untuk langsung terhubung secara emosional dengan kelompok di sekitarnya. Otrovert memiliki jarak yang membuat mereka lebih jernih melihat fanatisme kelompok, sekaligus lebih orisinal dalam berpikir.

Jennifer Chase Finch, seorang konselor dan penulis, juga menceritakan pengalaman personalnya tumbuh sebagai pribadi yang otrovert. Dalam artikelnya di Medium, ia mengingat bagaimana ketika pertama kali menemukan kata otrovert pada 2023, ia merasakan sebuah “aha” yang mampu membuka misteri yang selama ini menyelimutinya. 

Selama bertahun-tahun ia kerap disalahpahami dan dilabeli “troublemaker” hingga akhirnya menemukan istilah otrovert yang membuatnya merasa lega, diterima, dan menyadari bahwa dirinya bukan aneh atau salah, melainkan cuma berbeda.

Selama ini, Finch sering dianggap troublemaker karena suka menentang otoritas, mengkritisi kemunafikan, dan mempertanyakan aturan yang dianggap orang lain sebagai hal lumrah. Label itu begitu menyakitkan sehingga ketika ia mengenali dirinya sebagai otrovert, barulah ia merasa lega.

Finch menyebut dirinya contentful non-belonger, seseorang yang bahagia justru karena tidak tergantung pada kebersamaan. Bagi Finch, kebebasan sejati justru lahir ketika ia tidak lagi mengejar penerimaan kelompok.

Beda introver, ekstrover, dan otrovert

Kita terbiasa dengan dikotomi klasik: introver atau ekstrover. Psikolog Carl Jung mengibaratkan introver sebagai orang yang berorientasi ke dalam, sedangkan ekstrover berorientasi ke luar dirinya.

Para introver butuh kesendirian untuk mengisi energi. Mereka bisa berinteraksi dalam kelompok, tetapi cepat lelah bila harus melakukannya untuk jangka waktu yang lama sehingga membutuhkan waktu dalam kesendirian untuk mengumpulkan energinya kembali.

Sementara itu, para ekstrover hidup dari energi orang lain. Pertemuan, pesta, dan berjejaring, memberi mereka vitalitas yang membuat mereka semakin bersemangat. Berada dalam kesendirian justru membuat mereka resah.

Namun, dunia sosial terlalu kompleks untuk sekadar dibagi dalam dua kelompok ini. Di sinilah otrovert mengambil tempat. Seorang otrovert bisa menjalani relasi sosial dengan luwes dan tampak menikmatinya, tetapi tidak memiliki kebutuhan untuk terikat dengan kelompok tersebut. Mereka bisa tampil ramah, bahkan kadang tampak ekstrover, tetapi di dalam hati mereka tetap merasa sebagai outsider.

Kaminski menggambarkannya dengan sederhana, “Orientasi dasar mereka ditentukan oleh fakta bahwa arah yang mereka hadapi jarang sama dengan arah yang dihadapi orang lain.”

Bersyukur menjadi otrovert

Seorang otrovert juga memiliki keindahannya tersendiri. Mereka cenderung orisinal, bisa berempati dalam hubungan individu, dan mandiri secara emosional. Mereka tidak mudah terhanyut dalam tren, tidak butuh validasi eksternal, dan lebih bisa menghargai hidup apa adanya. Seperti yang ditulis Finch, “Mereka tidak berputar ke dalam maupun ke luar; mereka berputar ke arah lain.”

Namun, ada sisi yang harus diwaspadai seorang otrovert. Mereka sering merasa kesepian dalam kelompok, lelah berpura-pura mengikuti arus, bahkan depresi jika harus menekan sifat aslinya. Dalam kelompok arisan, yang sibuk mengatur dress code bersama, bertukar kado, ia malah merasa terasing dan tidak terlibat. 

Finch pernah merasakan dicap sebagai pembangkang hanya karena ia menolak meninggalkan kompas moral pribadinya. Kaminski pun mengingatkan bahwa fitting in dengan pura-pura suka bergaul bisa tidak sehat emosional bagi si otrovert

Menghadapi seorang otrovert

Sebagai orangtua, bila melihat anak kita memiliki kecenderungan otrovert, kita harus menyadari betapa mereka mendambakan kebebasan berpikirnya, apalagi bila ia senang membaca.

Pemikirannya akan melanglang buana ke mana-mana meskipun ekspresinya tidak selalu berbeda dengan yang lain. Kita perlu menunjukkan dukungan kepada pemikirannya meskipun mungkin sulit kita pahami sehingga ia bisa merasa diterima.

Ada beberapa ciri khas para otrovert yang bisa disalahartikan sebagai tidak loyal atau sombong, karena keengganannya mengikuti acara kelompok yang tidak sesuai dengan jati dirinya. Dalam dunia kerja, mereka yang otrovert bisa dianggap lemah dalam teamwork hanya karena sering berbeda pendapat dengan yang lain.

Padahal, bisa jadi mereka memiliki ide-ide out of the box yang hingga saat ini belum pernah berani dicoba oleh kelompok. Otrovert memang cenderung terbebas dari group think yang berbahaya.

Di tengah dunia yang selalu mendorong kita untuk “fit in”, otrovert mengajarkan arti kebebasan. Mereka adalah pengingat bahwa tidak semua orang harus menjadi bagian dari kawanan. Mungkin kita bukan otrovert, mungkin kita adalah introver atau ekstrover.

Namun, memahami otrovert memberi kita kesempatan untuk merayakan keberagaman cara manusia menghadapi dunia. Dan, bila kita sendiri ternyata adalah otrovert, kita bisa berhenti merasa bersalah karena berbeda. 

EXPERD   |   HR Consultant/Konsultan SDM

Diterbitkan di Harian Kompas Karier 4 Oktober 2025

#experd #expert #experdconsultant #hr #hrconsultant #pribadi #otrovert

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com