was successfully added to your cart.

TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN WAKTU

TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN WAKTU

Multitasking pernah menjadi salah satu kemampuan yang digemari oleh organisasi untuk dimiliki karyawannya sehingga tidak jarang dicantumkan sebagai salah satu prasyarat dalam proses rekrutmen pegawai baru. Demi alasan efisiensi, perusahaan ingin mendapatkan karyawan yang mampu mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus, karena dinilai akan lebih produktif.

Kemajuan teknologi saat ini pun ternyata semakin mendukung kemampuan kita untuk multitasking. Kita dapat dengan cepat berpindah dari satu layar ke layar lain di komputer kita. Dengan mudah kita dapat berkomunikasi kapan saja melalui perangkat smartphones sehingga sambil di kantor pun kita tetap dapat mengawasi aktivitas anak-anak di rumah. Namun, apakah semuanya ini benar-benar mampu meningkatkan produktivitas kita? Kita seolah berada di belantara hyperlink dan distraksi, sementara penugasan tetap membutuhkan fokus, spesifik dan bertenggat waktu.

Sebuah studi mempublikasikan bahwa saat sekarang mahasiswa menggunakan seperlima waktunya di kelas untuk menggunakan ponselnya dan melakukan hal yang tidak berhubungan dengan pelajarannya. Fenomena multitasking yang dulu dianggap super penting ternyata sekarang ini tidak lepas dari distraksi, manajemen waktu yang kacau, dan produktivitas yang menurun.

Studi lain juga mendapatkan bahwa kecenderungan warga digital sekarang ini untuk berpindah dari satu media ke yang lain dalam hitungan menit akan mengurangi intensitas emosi terhadap topik yang sedang diserap. Studi lain menunjukkan bahwa karyawan yang menghadapi komputernya ternyata hanya bisa mengarahkan perhatiannya maksimal 11 menit, untuk kemudian mengalihkan perhatiannya kepada hal lain. Padahal, sekali beralih ia membutuhkan sekitar 25 menit untuk memfokuskan dirinya kembali ke pekerjaan yang sedang digarap tersebut. Di sinilah letak pemborosan waktu yang sering tidak kita sadari.

Namun demikian, seperti halnya dalam dunia kedokteran, kita sering membunuh kuman dengan kuman lain. Kita menemukan pelbagai perangkat lunak yang dibuat untuk memacu produktivitas. Kita mempercepat komunikasi dengan adanya perangkat komunikasi tertulis di kantong kita. Dengan mudah kita bisa mengkoreksi, menghapus bisa membantu menerjemahkan bahasa baik lisan maupun tulisan. “Bekerja dari rumah” sudah menjadi kenyataan, dan sangat menghemat waktu perjalanan yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan lain.

Jadi, mengapa kita mengeluh? Kita mengeluh karena penggunaan teknologi yang sering counter-produktif. Kita menggunakan perangkat yang ada di pasaran, dengan harga yang sangat terjangkau, namun ternyata kita tetap tidak merasakan efisiensi dan efektivitas yang optimal. Banyak hal yang dulu tidak mungkin kita lakukan di tempat kerja, sekarang kita biarkan untuk menginterupsi kita.

Konsep waktu

Pernahkah kita menyadari bahwa waktu adalah satu-satunya sumberdaya yang tidak bisa kita sia-siakan? Orang bisa kehilangan uang, tetapi di saat lain ia bisa mendapatkan kembali, misalnya dengan bekerja lebih keras atau menang undian. Orang juga bisa kehilangan mitra kerja yang sangat cocok dan dipercaya, tetapi di saat lain ia bahkan bisa menemukan yang lebih baik. Tetapi, bila kita kehilangan satu jam sehari, bisakah kita mendapatkannya kembali?

Setiap hari terdiri dari 24 jam, tidak kurang tidak lebih. Perhatian dan produktivitas kita hanya bisa kita pertahankan selama maksimum 6 jam. Ini kenyataan. Namun, banyak dari kita yang tidak menyikapi kenyataan ini secara serius.  Kita membagi perhatian terhadap begitu banyak hal akhir-akhir ini. Kita dibanjiri oleh pengetahuan dan mempunyai akses ke begitu banyak peningkatan ketrampilan, tetapi tidak banyak yang memikirkan manajemen waktunya.

Kita dibanjiri kemudahan, tetapi kita sendiri tidak memberi perhatian terhadap optimalisasinya sendiri. Bukankah situasi ini sangat merugikan? Kemajuan teknologi sudah membuat kita melupakan pentingnya waktu, padahal waktu sudah kian penting sekarang ini. Interupsi adalah pembunuh tulen pengaturan waktu kita.

Fokus

Coba perhatikan, betapa cepat kita bisa melakukan sesuatu, bila hanya hal itu saja yang Anda kerjakan. Keadaan ini sangat mudah dipahami, tetapi tidak mudah untuk dipraktikkan. Distraksi sudah tidak lagi bisa dibedakan dengan konsep multitasking. Budaya yang disahkan oleh produk Windows, pop up yang memudahkan kita untuk pindah dari satu layar ke layar lain, membuat kita terbiasa untuk berganti fokus.

Kita sebenarnya bisa mengatur fokus perhatian kita melalui pengorganisasian pikiran. Kebiasaan melakukan mindmapping baik secara manual maupun dengan menggunakan perangkat elektronik membantu kita melihat dengan jernih hal apa yang penting dan memang perlu dikerjakan terlebih dahulu. Setelah itu, kita perlu memperkirakan waktu pengerjaan dari awal sampai penyelesaian sesuai dengan alur prosesnya. Ini adalah manajemen waktu.

Kita juga bisa meningkatkan fokus justru dengan mengistirahatkan diri. Ibaratnya untuk mendapatkan kapak yang tajam untuk menebang pohon, Anda harus berhenti menebang dan mengasah kembali kapak Anda. Pada 1960-an, ada riset yang menunjukkan bahwa otak harus diistirahatkan selama satu setengah jam pada jam kerja. Namun di saat sekarang, waktu istirahat justru dihabiskan dengan memelototi ponsel masing-masing. Padahal, pada waktu istirahat, ada bagian tertentu otak yang justru mulai bekerja pada saat down time nya otak.

Pada saat ini, informasi disintesakan, dan sense of self dikembangkan.  Kedua hal ini sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja. Sebuah sekolah “beresiko tinggi” di California menunjukkan tingkat kehadiran dan nilai pelajaran yang membaik, berkurangnya agresivitas dan anak-anak juga tampak lebih bahagia setelah mereka membuat program meditasi setengah jam setiap hari di sekolah.

Memfokuskan diri juga adalah masalah disiplin dan komitmen, bukan sekedar pemusatan pikiran. Disiplin adalah çore competence yang tetap harus dimiliki manusia modern. Tanpa disiplin, kebiasaan menunda, dan upaya untuk menjaga keseimbangan penggunaan perangkat lunak, tidak bisa kita jaga.

Dengan berjalannya era digital yang semakin mantap, dan generasi warga digital ini kemudian menjadi dewasa yang mendominasi dunia, sebaiknya kita menjaga kemanusiaan kita sehingga teknologi tetap menjadi asset dan bukan penghambat. “We must however remember that time management skills, must centre around human needs and psychology“.

Dimuat dalam harian Kompas, 24 Maret 2018

For further information, please contact marketing@experd.com